Lebih Jauh Mengenai TF


Transfer factors adalah rantai kecil dari asam amino dan sedikit RNA yang membawa informasi penting dari sel sistem daya tahan tubuh ke sel sistem daya tahan tubuh yang lain.
Mereka seperti nota post-it yang mengantarkan detail terkait dengan penyakit ke sel di seluruh tubuh. Sel sistem daya tahan tubuh yang sudah ada dan yang baru mendatangi nota post-it ini, membacanya, dan kemudian bekerja. Informasinya termasuk ancaman-ancaman apa yang perlu diwaspadai (bakteri, virus, parasit, atau bahkan sel kanker), apa yang harus dilakukan terhadap mereka, dan kapan harus berhenti melakukannya. 

Transfer factors pada awalnya ditemukan pada akhir tahun 1940an oleh peneliti tuberkolosis bernama Dr. H Sherwood Lawrence. Sementara mencari cara untuk melindungi manusia dari tuberkolosis, Dr. Lawrence mengambil sel darah putih dari pasien yang sakit dan menginjeksi bagian dalam sel ke manusia yang sehat. Hasilnya, orang yang sehat menjadi imun terhadap tuberkolosis! Dr. Lawrence tidak mengetahui apa persisnya yang memberikan imunitas tersebut sehingga ia secara sederhana menyebutnya sebagai "Transfer Factor".

Selama puluhan tahun  sejak penemuan Dr. Lawrence, beberapa peristiwa penting terjadi yang kemudia menyebabkan ketersediaan transfer factors bagi publik:
·   Pada tahun 1989, dua peneliti, Dr. Gary Wilson dan Dr. Greg Paddock menyempurnakan apa yang merupakan proses penyaringan paten untuk ekstraksi transfer factors dari kolostrum sapi. Melalui teknik ekstraksi ini, transfer factors murni dapat dikumpulkan dalam bentuk terkonsentrasi, dikeringkan, dan dibentuk menjadi kapsul untuk konsumsi manusia.
·      Pada tahun 1991,pekerjaan Dr. Sherwood divalidasi.
·     Pada tahun 1998, 4Life Research membeli patennya, menambah paten untuk teknik mengekstraksi transfer factors dari telur ayam, dan mulai menjual produk mengandung transfer factor ke publik. Produk ini dilindungi oleh badan US Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA) pada tahun 1994
·    Pada tahun 1999,efektivitas dan keamanan suplemen Transfer Factor divalidasi oleh studi klinikal di seluruh dunia.
Secara ringkas, transfer factors ditemukan pada tahun 1949 ketika seorang peneliti menggunakan sel darah putih dari manusia yang terinfeksi ke manusia sehat yang sudah diimunisasi. Namun sekarang kita mampu mengekstraksi transfer factor dari kolostrum sapi dan kuning telur ayam membuatnya menjadi tersedia bagi konsumsi publik. Bagaimana kita bisa menghubungkan manusia dengan sapi dan ayam, dan mengapa semua itu dapat bekerja? Ternyata transfer factors tidak spesifik bagi manusia atau spesies tertentu, ini berarti transfer factors yang dihasilkan oleh manusia, sapi, anjing, atau bahkan ayam dapat dipertukarkan. Mereka seperti arsip komputer ditulis dalam kode dasar, membuatnya mudah dibaca oleh komputer jenis apapun. Transfer factors merepresentasikan bahasa universal yang dapat digunakan untuk mengendalikan secara langsung aktivitas sistem daya tahan tubuh. 
Fakta bahwa transfer factors dapat diproduksi secara massal dan sekarang tersedia untuk publik adalah sangat penting. Mungkin satu hal yang lebih penting adalah kemungkinan bahwa transfer factors dapat dibuat untuk penyakit seperti H5N1 penyebab dari flu burung, sperti yang disarankan oleh Dr. Pizza dan koleganya. Jika sapi atau ayam diinjeksi dengan virus H5N1, informasi tentang virus akan termasuk dalam kolostrum atau telur yang diproduksi oleh hewan. Mereka dapat diambil secara oral dari manusia - tidak perlu ada injeksi - dan dapat, paling tidak secara teoritis, mencegah pandemi H5N1.
Transfer factors bukanlah obat-obatan dan tidak secara langsung menyerang penyakit. Mereka merupakan suplemen yang memperbanyak aktivitas sistem imun sehingga sistem daya tahan tubuh dapat menyerang penyakit. Mereka melakukannya secara aman dengan efek samping minimal -- bahkan ketika diinjeksikan ke manusia -- melampaui gejala seperti flu ringan yang umumnya muncul selama beberapa minggu pertama penggunaannya. Tidak ada komplikasi serius pernah dilaporkan dalam ratusan tulisan menegani topik ini. 

Transfer factors bekerja sangat berbeda dari obat-obatan farmasi. Daripada menekan sistem imun, atau menggunakan mekanisme yang digunakan patogen tertentu untuk bertahan, transfer factors membantu sistem daya tahan tubuh mengurus dirinya sendiri menggunakan bahasa yang dapat dimengerti secara inheren. Meningkatkan sistem imun ikut meningkatkan kemungkinan manusia menyembuhkan dirinya sendiri, terutama jika transfer factors yang digunakan adalah yang didesain untuk patogen tertentu. Lagi-lagi, mereka bekerja dengan membantu sistem imun melakukan pekerjaannya. Ini bagian yang membuat mereka dikatakan sebagai suplemen dan bukannya obat-obatan. 
Mari kita lihat sebuah contoh. Dalam percobaan klinikal, transfer factors ditemukan memiliki kemampuan superior dari acyclovir obat-obatan dalam mencegah pecahnya penyakit. Hanya satu dari dua pengobatan, transfer factors, yang ditemukan dapat meningkatkan kesehatan sistem imun. Acyclovir mengincar virusnya itu sendiri. Ini bukan merupakan masalah, selama problem anda adalah virus dan bukan virus ditambah dengan lemahnya sistem imun. Iklan untuk obat antiviral, Valtrex, yang dikonversi menjadi acyclovir dalam tubuh, mengindikasikan bahwa obat hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki sistem imun yang sehat. Banyak orang berurusan dengan munculnya kembali virus, seperti virus herpes yang menyebabkan penyakit, terjadi karena sistem daya tahan tubuh yang tidak sehat!
Sebagai ringkasan, transfer factors adalah molekul kecil yang dihasilkan oleh sistem imun setelah berhadapan dengan ancaman. Merke tidak bersifat spesifik bagi spesies tertentu, berarti bahwa transfer factors yang dihasilkan oleh sistem imun sapi atau ayam dapat dibaca oleh sistem imun kita. Sekali mereka memasuki tubuh kita, mereka diambil dan dibaca oleh sel daya tahan tubuh, dan kemudian perintah dan bekerja. Mereka bukan obat-obatan, tetapi merupakan suplemen yang membantu sistem daya tahan tubuh melakukan pekerjaannya dan bukannya menyerang patogen secara langsung. Inimembuat mereka cukup berbeda dari obat-obatan farmasi lainnya, termasuk antibiotik, yang secara langsung menyerang penyakit peyebab patogen tanpa memperbaiki sistem imun dalam cara apapun.
Selama bertahun-tahun, transfer factors telah merevolusi pengobatan dan pencegahan penyakit. Mereka memungkinkan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri, dengan aman.
Melampaui antibiotik — Menggunakan transfer factors untuk membantu mengalahkan penyakit, mencegah pandemi, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dengan menguatkan sistem daya tahan tubuh. Terlalu bagus untuk menjadi kenyataan? 
Aaron White, PhD
Kita menuju akhir dari masa keemasan dalam dunia medis, salah satu yang bisa kita perhitungkan adalah antibiotik untuk menyembuhkan infeksi bakteri yang jahat dan menghancurkan virus yang berpotensi mematikan. Sayangnya, resistensi bakteri terhadap obat-obatan telah bertumbuh lebih cepat dari mengatakan “gonorrhea ” dan semua orang setuju bahwa pandemi viral hanyalah masalah waktu. Menjadi jelas bahwa kita telah menyepelekan peran virus, dan bakteri berbentuk virus (mycoplasma), dalam semua jenis dari kanker sampai sakit sendi kronis. Kita juga telah meremehkan pentingnya kesehatan sistem daya tahan tubuh dalam mencegah dan menghancurkan ancaman yang terjadi saat ini dan di kemudian hari. Dengan kata lain, ini adalah kabar baik, karena kemajuan yang nyata sekarang dapat dimulai. Sementara peneliti di perusahaan farmasi bekerja untuk menjual obat-obatan mereka, satu harapan terbaik kita untuk masa depan dalam penyembuhan dan pencegahan penyakit terletak pada penemuan yang terjadi pada lebih dari 50 tahun lalu - sesuatu yang disebut transfer factors. Transfer factors adalah percabangan pendek dari asam amino dan RNA yang dapat mengatakan kepada sel imun yang baru lahir mengenai apa yang harus dicari, bagaimana melakukannya, dan kapan harus berhenti. Para peneliti telah menemukan bagaimana memanfaatkan transfer factors untuk penyakit apapun dengan patogen yang dapat teridentifikasi. Mereka dapat digunakan untuk mengobati pasien yang terinfeksi oleh apapun, dari herpes sampai hepatitis dan melindung mereka yang belum terekspos. Dalam review ini, kita akan mendiskusikan penemuan transfer factors, penelitian mengenai nilai potensial mereka dalam pengobatan penyakit dan pencegahannya, dan menguji pertanyaan yang tak terjawab mengenai bagaiman dan kapan menggunakan mereka. 

Sistem daya tahan tubuh terdiri dari sel-sel yang sangat kuat yang berkeliaran di seluruh tubuh dan otak kita, mencari pengunjung yang berpotensi menyebabkan penyakit, apakah mereka virus, bakteri, jamur, atau parasit. Sekali ditemukan, tamu yang tak diinginkan ini dihancurkan sehingga bahaya yang mereka timbulkan dapat diminimalkan. Sel-sel yang mendeteksi tamu asing akan menghancurkan mereka. Sel yang lain berpindah ke area tersebut untuk membantu memerangi mereka. Sel sistem daya tahan tubuh yang baru terbentuk direkrut menjadi tentara dalam perang tersebut. Mereka mendapat perintah tentang apa yang harus dicari, bagaimana mengenalinya, bagaimana mengalahkannya, dan kapan harus berhenti. Kita hanya menyadari perjuangan ini ketika mereka berlangsung dengan cukup keras untuk mempengaruhi bagaimana kita berpikir dan merasa.
Sejarah singkat pengobatan penyakit dari Direktur Jenderal World Health Organization (WHO)

Dalam pengamatan yang fantastis akan penyakit penyebab mikroba dan bagaimana mereka telah diperlakukan selama bertahun-tahun, Dr. Gro Harlem Brundland, Directur Jenderal dari WHO, menawarkan kerangka waktu berikut ini:
2000BC – Ini, makanlah akar ini.
1000BC – Akar tersebut tidak berTuhan. Ini, ucapkanlah doa ini.
1850AD – Doa itu takhayul. Ini, minumlah racun ini.
1920AD – Racun itu adalah minyak ular. Ini, minumlah pil ini.
1945AD – Pil tersebut tidak efektif. Ini, ambillah penisilin.
1955AD – Oops…si pengganggu bermutasi. Ini, ambillah tetracycline.
1960AD to 1999AD – 39 more ‘oops’… Ini, ambillah antibiotik yang lebih kuat.
2000AD – Si pengganggu menang, Ini makanlah akar ini.
Disampaikan melalui "Antimicrobial Resistance World Health Report on infectious Diseases 2000". Pesan dari Direktur Jenderal WHO, diakses 13 Desember 2006.
Penemuan antibiotik dan transfer factor

Beberapa penemuan penting mengenai fungsi dan kesehatan sistem imun telah tejadi selama 100 tahun terakhir. Secara umum, penekanannya terletak pada penemuan substansi yang dapat secara langsung menyerang pengganggu, seperti pada kasus antibiotik dan banyak obat antiviral lainnya. Yang tidak terlalu ditekankan adalah cara untuk membantu sistem daya tahan tubuh seseorang dalam berhadapan dengan ancaman asing. Mari memulainya dengan melihat dua penemuan penting - antibiotik dan transfer factors - dan berdiskusi bagaimana penemuan ini telah mempengaruhi cara kita berhadapan dengan penyakit, dan peran yang paling mungkin mereka mainkan dalam masa depan dunia medis. 
Pada tahun 1928, di sebuah laboratorium di London, Alexander Fleming mengobservasi bahwa spesies jamur bernama Penicillium mampu membunuh bakteri pada cawan Petri. Dr. Fleming pada awalnya tidak berniat untuk menemukan antibiotik. Dia kembali ke laboratoriumnya setelah beberapa saat dan menemukan bahwa bakteri yang ia kembangkan tidak bertumbuh dalam area sempit seputar jamur yang ia kontaminasikan dan berfungsi sebagai sampel. Dia mungkin bukan yang pertama mengobservasi fenomena ini, tetapi dialah yang pertama yang mengejar pemahaman akan bagaimana jamur dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Dr. Fleming mengidentifikasi komponen jamur tersebut dengan properti anti bakteri dan melabelinya “penicillin”. Perlu waktu 15 tahun - sejak tahun 1940an - sebelum para peneliti menyadari seluruh potensi dari penicillin dan mengetahui bagaimana mengubah penemuan Dr. Fleming menjadi produksi massal pengobatan penyakit. Dan dimulailah era dimana tingkat kematian akibat infeksi kecil dan bakteri menjadi menurun tajam.
Tahun 1949, ketika penicillin dan obat sulfa, antibiotik yang dikembangkan di Jerman, memperoleh reputasi sebagai penyelamat kehidupan, seorang peneliti tuberkolosis bernama Dr. H Sherwood Lawrence membuat penemuan penting lainnya dalam manajemen penyakit. Ia mengekstraksi cairan intraseluler dari sel darah putih pasien yang sudah terekspos tuberkolosis (TB). Ia kemudian menginjeksi isi dari sel-sel tersebut ke pasien yang belum terekspos. Dengan begitu, ia melindungi mereka dari kontraksi TB. Iamenyebut komponen misterius itu sebagai 'transfer factors', karena mereka mentransfer imunitas dari satu pasien ke pasien lain.
Pada saat transfer factors ditemukan, pemahaman kita akan penyakit cukup terbatas dan kemampuan untuk mengekstraksi transfer factors agar dapat digunakan dalam pengobatan lebih dari satu kasus juga tak tersedia. Efek ajaib dari antibiotik menjadi sangat luas diketahui pada saat itu dan merekalah yang mengambil panggung utama. Limapuluh tahun kemudian, dengan peningkatan pemahaman akan penyakit dan perkembangan teknologi, transfer factors sekarang telah berkembang sebagai senjata potensial yang sangat kuat dalam melawan penyakit - termasuk penyakit yang resisten, atau tak tersentuh, oleh antibiotik.
Immunologis menyatakan bahwa transfer factors adalah rantai kecil dari asam amino dan sedikit RNA yang mengandung perintah yang digunakan oleh sistem imun untuk mengenali dan melawan pengganggu asing dan kanker sel. Ketika sel imun yang baru lahir, mereka mengambil transfer factors dan membacanya seperti catatan yang ditinggalkan oleh sel imun sebelumnya. Setiap kali seseorang sakit dan sistem daya tahan tubuhnya mempelajari bagaimana melawan patogen, transfer factors tercipta dan digunakan di lain waktu untuk membuat perlawanan terhadap patogen lebih efisien.
Penyakit jantung dan kesehatan sistem imun - dapatkah virus dan bakteri menyebabkan masalah jantung dan serangan pada sebagian orang?

Menurut informasi baru-baru ini dari American Heart Association, penyakit infeksi dapat menjadi penyebab penyakit jantung dan serangan pada banyak orang:
‘Tidak ada yang mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan inflamasi tingkat rendah yang sepertinya membuat orang sehat menjadi berisiko. Namun, penemuan baru konsisten dangan hipotesis bahwa sebuah infeksi - yang mungkin disebabkan oleh bakteri atau virus - mungkin memiliki peran atau bahkan menyebabkan atherosclerosis Infeksi bakteri yang mungkin terjadi termasuk Chlamudia pneumoniae (klah-MiD’eah-ah nu-Mo’ne-I) dan Helicobacter Pylori (HeL’ih-ko-bak’ter pi-Lo’ri). Agen viral yang mungkin termasuk herpes simplex virus dan cytomegalovirus (si’to-meg’ah-lo-Virus). Maka, adalah mungkin bahwa terapi antimikroba atau antiviral suatu hari nanti bergabung dengan terapi lain untuk digunakan dalam mencegah serangan jantung.

 
Penelitian tentang transfer factors

Dalam setengah abad terakhir, lusinan studi yang terpublikasi telah menguji kemampuan transfer factors dalam mengobati dan mencegah penyakit. Banyak diantaranya sangat sukses sementara sisanya gagal secara menyedihkan. 
Kecanggihan teknologi yang jenius telah membuat penggunaan sel darah putih dalam penelitian menjadi tidak diperlukan. Ini seharusnya memungkinkan pengembangan yang cepat dalam pengembangan protokol terstandarisasi untuk penggunaan transfer factors dalam manajemen penyakit. Peneliti di 4Life Research yang menyediakan transfer factors ke publik, telah mengambil keuntungan dari fakta bahwa transfer factors terdapat pada kolostrum, cairan pertama yang dilepaskan dari payudara setelah kelahiran anak. Ini benar terjadi pada manusia, sapi, dan mamalia lainnya. Mereka juga terdapat pada telur ayam. Ketika terhisap oleh seorang keturunan, transfer factors meneruskan perintah ke sistem imun si keturunan. Mereka juga menstimulasi produksi sel Natural Killers, sel darah putih selalu berjaga-jaga terhadap pengganggu asing dan mampu menghancurkan mereka tanpa melibatkan bagian lain dari sistem daya tahan tubuh. 
Terlepas dari keberagaman dalam metodologi dan hasil, puluhan tahun penelitian akan transfer factors meyakinkan bahwa transfer factors dapat sama pentingnya seperti antibiotik dalam melawan penyakit. Antibiotik hanya mentargetkan bakteri. Transfer factors dapat membantu tubuh melawan bakteri, juga virus dan bahkan sel kanker. Mereka bekerja dengan mendorong sistem daya tahan tubuh individu sehingga ia dapat berhadapan dengan tamu tak diinginkan. Mereka tidak menyerang penyakit secara langsung dan hanya dapat meningkatkan kesehatan dengan membantu tubuh melakukan apa yang sudah dilakukan. Sehingga, mereka dapat dikategorikan sebagai suplemen. 
Transfer factors sekarang dapat dibuat untuk membantu tubuh dalam berhadapan dengan patogen spesifi, yang sulit untuk diobati - seperti herpes oral dan kelamin, shingles, kekurangan dinding sel Lyme (bakteri yang dapat menginvasi sistem imun dan beraksi seperti virus), Epstein Barr (yangmenyebabkan mononucleosis), cytomegalovirus, HIV dan banyak lainnya. Nilai sebenarnya dari pengobatan jenis ini akan ditentukan. Tetapi, jika masa lalu dapat dijadikan acuan, masa depan dapat menjadi cukup cerah untuk strategi ini dan bagi mereka yang menderita daftar panjang penyakit yang hanya memiliki sedikit harapan dari apa yang bisa ditawarkan oleh pengobatan modern saat ini.
Jika transfer factors memiliki begitu banyak potensi bagi dunia kesehatan, mengapa kita belum mendengar banyak tentangnya?

Pencarian di website World Health Organization pada 13 Desember 2006 untuk terminologi ‘transfer factor’ memberikan hasil dengan tingkat akurasi nol. Ini menunjukkan bahwa dogma dunia kesehatan lambat berubah. Transfer factors ditemukan pada saat keajaiban dari antibiotik baru saja disadari (akhir 1940). Bakteri, dan dampak dari antibiotik dalam melawan mereka mudah untuk dilihat. 


Penyakit viral lebih sulit untuk dipahami. Hal ini, ditambah dengan kenyataan bahwa teknologi untuk mengekstraksti transfer factors agar dapat digunakan dalam dunia medis belum tersedia, menyebabkan sepinya perayaan akan penemuan tersebut, hingga saat ini. Para peneliti sejak saat itu menemukan bagaimana melakukan dua hal luar biasa dengan transfer factors - mengekstraksinya dari kolostrum sapi (susu pertama) dan telur ayam, dan menciptakan transfer factors untuk penyakit tertentu, seperti virus herpes dan Lyme. Ketika terhisap, transfer factors mengatakan kepada sistem imun apa yang harus dicari, bagaimana melakukannya, dan kapan harus berhenti. Adalah asumsi yang aman kalau kita akan lebih sering mendengar tentang transfer factors seiring berjalannya waktu - namun tahan diri anda!  
Mari kita lihat beberapa titik terang dalam literatur penelitian. 

1. Ketika dibuat untuk membantu sistem imun bertarung melawan penyakit seperti virus herpes, transfer factors dinyatakan suprior dibanding acyclovir, obat antiviral dijual oleh perusahaan (Estrada-Parra et al., 1998)
2. Transfer factors menghilangkan jumlah korban akibat herpes kelamin (Pizza et al, 1996)
3. Transfer factors membantu pasien AIDS mengalahkan cryptosporidium, penyakit perut yang umum bagi populasi ini (McMeeking et al, 1990)
4. Transfer factors menyebabkan berkurangnya ukuran glioblastomas, jenis tumor yang paling umum pada otak. (Pineda et al., 2005)
Transfer factors dan penyakit lain seperti Sindrom Kelelahan Kronis, Multiple Sclerosis, post-Lyme dan Fibromyalgia

Saat ini, melengkapi pengobatan yang agresif dan sangat terkenal bagi penyakit seperti kanker, publik dan para dokter yang mengobati mereka berjuang melawan daftar panjang penyakit yang kurang dipahami dan tidak ada paradigma pengobatan yang efektif dan terkini. Mari kita lihat beberapa diantaranya. 
Penyakit lyme disebabkan oleh bakteri. Jika dideteksi dari awal, biasanya dapat dihilangkan dengan terapi antibiotik tradisional. Tetapi, jika tidak terdeteksi sejak awal, banyak pasien mengalami masalah yang berkelanjutan dan berkembang - seperti arthritis, kebal muka, gejala intermiten seperti flu, dan banyak lainnya. Sekali ini muncul, bahkan antibiotik Ivlam berbagai kemungkinan, ini berhubungan dengan kenyataan bahwa spora Lyme dapat merobek dinding selnya dan mendirikan toko didalam sel tuan rumah, termasuk sel imun. Mereka membentuk mycoplasma dan mulai berfungsi lebih seperti virus daripada bakteri. 
Penyakit lainnya adalah Sindrom Kelelahan Kronis (Chronic Fatigue Immune Dysfunction Syndrome - CFIDS). Siapapun yang menderita penyakit ini -- dengan ciri kerusakan fungsi kognitif yang dapat mencapai intensitas mengerikan (kabut otak/brain fog), ketidaknyamanan fisik yang amat sangat, pusing pada saat berdiri, lelah yang terasa sakit, sakit punggung, pola tidur yang buruk dan gejala lainnya -- mungkin telah menyadari bahwa obat-obatan negara barat saat ini impoten dalam mengatasi kondisi ini, seperti juga kondisi lain yang terkait seperti fibromyalgia dan multiple sclerosis.
Seperti yang akan kita lihat dalam bagian berikutnya, obat farmasi untuk kondisi daya tahan tubuh seringkali menekan sistem imun, mengakibatkan penyembuhan gejala secara sementara namun membuat pasien terancam mengalami berkembangnya patologi dan mungkin membuat mereka menjadi lebih parah dalam jangka panjang! Lihatlah peringatan Amgen and Wyeth's tentang immuno-sipressor, Enbrel, pada bagian "Disease Prevention". Menurut perusahaan ini, menggunakan obat yang diinjeksi sendiri seperti Enbrel untuk arthritis dapat menyebabkan multiple sclerosis dan menjadi tuan rumah untuk efek samping yang membahayakan. Serupa dengan itu, produk seperti kortisol, termasuk Prednisone, memberi kesembuhan dari inflamasi dengan menekan sistem imun, membuat pasien mengalami daftar panjang penyakit lainnya.
Penilaian atas bagian dari pengobatan kondisi ini mengingatkan pada apa yang terjadi di awal abad 20an ketika American Medical Association (AMA) masih merekomendasikan alkohol sebagai pengobatan pertama untuk gigitan ular. Ada beberapa laporan dokter mengobati pasien yang tergigit ular dengan meningkatkan dosis alkohol hingga titik mematikan. Menekan sistem imun, bahkan dengan risiko kematian, dengan tujuan untuk mengobati gejala daripada mengatasi yang mendasarinya adalah sama salahnya, menurut opini saya. 
Dalam banyak kasus, penderita CFID - seperti juga penderita MS, mereka yang memilki fibromyalgia dan gejala post-Lyme atau post-viral - menunjukkan kelemahan dalam fungsi sistem imun, mungkin dikombinasikan dengan aktivasi beberapa aspek sistem imun yang kronis. Kelemahan pada sistem imun menempatkan penderita dalam risiko terkena infeksi patogen. Aktivasi kronis dari sistem imun, yang merupakan usaha untuk berhubungan dengan patogen ini, dapat menjelaskan gejala seperti sakit punggung, depresi, cemas berlebihan, dan kelelahan (lihat bagian tambahan dari aktivasi sistem imun dan kesehatan psikologis). Pada pasien yang memenuhi profil ini, transfer factors memiliki potensi untuk melakukan keajaiban. Dalam sejumlah kecil penelitian klinikal, transfer factors ditemukan efektif bagi beberapa penderita CFID - tapi, terutama, bukan yang lainnya. 
Laporan baru-baru ini oleh Dr. Nancy Klimas, peneliti yang sangat dihormati dan salah satu otoritas dunia untuk CFID, dan koleganya menyarankan bahwa penderita wanita dapat dikelompokkan menurut level sel Natural Killer-nya (Seigel et al., 2006). Mereka yang berada di level dibawah normal cenderung menunjukkan tingkat disfungsi kognitif yang lebih besar, berkurangnya gerakan, dan kesulitan berfungsi yang lebih besar sepanjang hari. Sepertinya masuk akal untuk merumuskan bahwa subjek di subgroup ini merupakan kandidat yang bagus ntuk merasakan manfaat dari efek peningkat sel Natural Killer oleh transfer factors. 
Relatif terhadap kontrol, persentase penderita CFID yang lebih besar teruji positif terinveksi dengan  HHV6 (satu dari delapan jenis virus herpes). Virus ini juga terdapat pada sebagian besar penderita Multiple Sclerosis (MS) yang menunjukkan kemungkinan immunodefisiensi pada penderita gejala ini. Ketika virus-virus ini, dan aktivasi imun yang mengikutinya, mungkin menyebabkan banyak gejala dari CFID, MS dan kondisi lainnya, infeksi ini menunjukkan gejala yang lebih mendasar bagi manusia. Sifat dari permasalahan mendasar ini bervariasi dari satu orang ke orang lain, tetapi disfungsi sistem daya tahan tubuh sepertinya merupakan denominasi umum. Peran yang dapat dimainkan oleh transfer factors dalam memperbaiki kondisi abnormal ini menjadi semakin jelas seiring dengan berjalannya waktu. 
Studi menegaskan hubungan antara CFID dan virus herpes dan menunjukkan caranya menghadapi virus dapat meningkatkan masa hidup mereka yang sakit.
 
Mendorong kesehatan sistem imun dapat meningkatkan kesehatan psikologis, sementara disfungsi sistem imun dapat menyebabkan banyak kondisi kejiwaan.
CDC akhirnya membuat website tentang Chronic Fatigue Syndrome
The Centers for Disease Control akhirnya membuat website mengenai Chronic Fatigue Syndrome (CFS), lebih umum dikenal sebagai Chronic Fatigue Immune Dysfunction Syndrome (CFIDS) atau Myalgic Encephalomyelitis, selama musim gugur 2006. Pendahuluannya diawali sebagai berikut:
‘mengelola sindrom kelelahan kronis dapat terlihat sekompleks penyakitnya itu sendiri. Belum ada penyembuhnya, tidak ada obat resep yang dikembangkan secara khusus untuk CFS, dan gejalanya bervariasi sepanjang waktu. Faktor-faktor ini mempersulit gambaran pengobatannya dan meminta anda dan tim kesehatan anda untuk secara konstan memonitor dan secara berkelanjutan merevisi strategi pengobatan'.
Menurut pendapat saya, bahkan jika akurat, banyak isi dari website tersebut tidak membantu dan secara efektif meninggalkan para penderita dalam situasi dimana mereka sebelumnya telah berada sebelum CDC menerbitkan website tersebut - frustrasi dan merasa tidak ada harapan. Berapa banyak orang sakit memiliki tim kesehatan? Kalimat orisinal dari situs tersebut termasuk pernyataan bahwa penderita seharusnya menghindari suplemen!. Memang, disamping anti virus seperti Valycyte, suplemen adalah satu-satunya harapan yang dimiliki mereka untuk saat ini.
CDC menginvestasikan mekanisme yang diperlukan untuk CFIDS. Semoga, kemajuan akan terlihat cepat dari saat ini hingga yang akan datang.
Rasa tidak enak badan akibat olahraga pasca CFIDS

Satu aspek yang paling membingungkan dan membuat frustrasi dari kondisi seperti CFIDS adalah bahwa olahraga sering memperparah masalah daripada meningkatkan kesehatan. CDC mendefinisikan rasa tidak enak badan akibat olahraga pasca CFIDS sebagai:
‘munculnya gejala setelah latihan fisik atau mental’
Rasa tidak enak badan akibat olahraga secara efektif menjebak pasien CFIDs dan membatasi mereka hanya untuk pekerjaan ringan, jika memungkinkan.
Penelitian menunjukkan bahwa sistem daya tahan tubuh teraktivasi (mis: kenaikan sel NK) mengikuti latihan dengan intensitas moderat - seperti pada latihan pada umumnya. Banyak penderita CFIDS menunjukkan kadar sel NK yang rendah. Mungkin olahraga, bahkan dengan level yang rendah, secara temporer menguatkan sistem imun, memungkinkannya untuk meningkatkan usahanya dalam menyingkirkan patogen apapun. Ini dapat mengakibatkan peningkatan timbulnya penyakit dan pengalaman yang mengikutinya.
Memang, telah menjadi semakin jelas bahwa banyak gejala CFIDS disebabkan oleh aktivasi sistem imun yang meningkat dalam sebuah usaha yang tidak sukses untuk menaklukkan satu atau lebih penyakit penyebab patogen. Hasil akhirnya adalah keadaan penyakit yang kronis yang sebenarnya memburuk ketika sistem imun diaktivasi.
Untuk alasan ini, penderita CFIDS yang menggunakan transfer factors untuk membantu tubuh berurusan dengan patogen, sebaiknya bersiap-siap untuk merasa lebih buruk sampai tubuh akhirnya mengalahkan patogen kembali. Berapa lama ini diperlukan tergantung pada seberapa sehat sistem daya tahannya.
Penelitian telah mulai menjelaskan hubungan antara kesehatan sistem imun dan perasaan sehat secara umum. Peneliti di Israel menguji kesehatan psikologis remaja perempuan yang divaksinasi untuk virus rubella, penyebab umum penyakit pada anak-anak. Proses ini melibatkan injeksi sebagian porsi dari virus ke dalam tubuh sehingga sistem imun dapat mempelajari untuk mengenalinya dan melindungi seseorang dalam melawannya jika ditemui di luar sana di dunia. Setelah vaksinasi itu, sistem daya tahan tubuh dapat menjadi sangat aktif, membuat orang merasa sakit. Mereka yang menjadi sedikit sakit juga menjadi sedikit depresi! Dalam bahasa si pengarang, banyak anak perempuan yang divaksinasi "menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa ukuran standar dari depresi, seperti juga meningkatnya masalah sosial dan perhatian dan perilaku yang bermasalah…..maka, bahkan infeksi viral yang paling jinak  dapat menciptakan meningkatnya gejala depresi pada orang yang rapuh."
Kelompok peneliti yang sama melakukan investigasinya terhadap hubungan antara kesehatan sistem imun dan fungsi psikologis satu langkah lebih jauh. Mereka menginjeksikan sejumlah kecil dinding sel dari bakteri ke subjek, sebuah teknik yang biasa digunakan untuk membangkitkan respon daya tahan tubuh pada manusia dengan tujuan untuk menilai kesehatan sistem imun. Walaupun material yang diinjeksi tidak menyebabkan gejala fisik, "subjek menunjukkan kenaikan tingkat kecemasan dan suasana hati depresi yang substansial. Sebagai tambahan, fungsi memori verbal dan non-verbal juga berkurang secara substansial." 
Studi lain mengenai suasana hati wanita muda setelah vaksinasi rubella menunjukka hasil yang sama (Yirmaya et al., 2000). Dalam kata-kata dari pengarang yang melakukan studi, "dibandingkan dengan kelompok subjek yang diamati dan dasar mereka sendiri, subgroup dari individu rapuh (anak perempuan dengan status sosioekonomi lemah) menunjukkan peningkatan signifikan pada mood depresi yang dirangsang oleh virus, sampai 10 hari setelah vaksinasi."
Penemuan serupa telah diobservasi ketika subjek diinjeksi cytokin, molekul yan dilepas sebagai bagian dari respon daya tahan tubuh. Para peneliti di University of Illinois Champagne-Urbana berargumen bahwa cytokin menyebabkan banyak gejala penyakit dengan beraksi secara langsung di otak. Inilah yang mereka katakan dalam tulisan baru-baru ini (Dantzer and Kelley, 2006).  
Cytokin “beraksi di otak untuk merangsang gejala umum dari penyakit, seperti hilangnya selera makan, mengantuk, menarik diri dari aktivitas sosial, demam, sakit persendian, dan kelelahan. Kenyataan bahwa cytokin beraksi di otak untuk menginduksi adaptasi fisiologis yang meningkatkan daya tahan telah memunculkan hipotesis yang tidak tepat, aktivasi sistem imun bawaan mungkin terlibat dalam sejumlah gangguan patologis di otak, mulai dari penyakit Alzheimer sampai stroke. Penemuan terbaru tentang aksi cytokin di otak menawarkan beberapa petunuk awal tentang pathofisiologi dari gangguan kesehatan kejiwaan tertentu, termasuk depresi."
Menariknya, antidepressan menekan produksi cytokin (Diamond et al., 2006) dan diketahui dapat mengurangi gejala depresi yang dirangsang oleh cytokin (Yirmaya et al., 2000; Chiung-Wen Tsao et al., 2006).
Sehingga, terlihat bahwa aktivitas dalam sistem imun dapat memiliki dampak yang besar pada bagaimana orang sehat berpikir dan merasa. Oleh karena itu kemudian masuk akal jika sistem imun yang sehat berkontribusi pada kesehatan psikologis. 
Sistem daya tahan tubuh juga memainkan peran penting pada banyak gangguan pskiatris besar. Para peneliti telah lama berspekulasi bahwa terdapat hubungan anta kesehatan sistem imun dan kondisi kejiwaan. Studi yang dilakukan puluhan tahun lalu menunjukan bahwa paparan terhadap virus flu tertentu selama tiga trimester pertama masa kehamilan meningkatkan kemungkinan keturunan mengalami schizophrenia.
Kategori baru dari kesehatan dan penyakit anak bernama PANDAS termasuk gangguan serangan tiba-tiba dan Obsessive Compulsive Disorder, sepertinya disebabkan oleh reaksi autoimun. Secara spesifik, sel imun mencari bakteri yang menyerang sel otak di area bernama basal ganglia. Adalah mungkin transfer factors dapat dibuat untuk membantu menyeimbangkan sistem daya tahan tubuh pada individu ini, mungkin menyebabkan berkurangnya intensitas gejala. 
Dengan mengacu pada kesehatan sistem imun dan kondisi kejiwaan, Sperner-Unterweger (2005) menyatakan hal berikut:
“Strategi pengobatan berdasarkan mekanisme daya tahan tubuh telah diinvestgasi pada pasien dengan schizophrenia dan gangguan afektif . Lebih jauh, beberapa antipsychotics dan sebagian besar antidepresan diketahui memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap sistem imun. Immunoterapi berbeda telah digunakan untuk autisme, termasuk transfer factors, pentoxifylline, intravenous immunoglobins dan corticosteriods. Immunosupresif dan/atau agen immunomodulating  adalah metode yang sangat baik untuk mengobati neuropsychiatric sequelae atau gangguan autoimun, misalnya AIDS dan SLE. Pendekatan terapis pada penyakit Alzheimer juga menerapkan metode immunologis seperti strategi imunisasi ktif/pasif dan NSAIDs. Mempertimbangkan jaringan interaksi yang komprehensif antara pikiran dan tubuh, penelitian di masa depan semestinya fokus pada pendekatan target yang terhubung dari sistem yang berbeda-beda yang terlibat.”
Dengan mengacu pada etiology dan pengobatan autisme, Kidd (2002) mengatakan:
“Autisme dan autistic spectrum disorders (ASD) menunjukkan abnormalitas perilaku, klinikal dan biokimia yang banyak sekali…Terapi imun (pentoxifyllin, intravenous immunoglobulin, transfer factor, dan kolostrum) memberi manfaat pada kasus tertentu…Farmasi saat ini gagal memberi manfaat pada gejala utama dan dapat memberi dampak parah. Penelitian klinis dan laboratorium serta kerjasama terintegrasi antara orangtua-dokter-ilmuwan adalah kunci dari manajemen ASD yang sukses".
Kaitan sistem imun tentu akan membantu menjelaskan meningkatnya autisme. Menurut Autism Society of America (www.autism-society.org), tingkat gangguan bertumbuh kira-kira 10-17% per tahun. Menurut sebuah artikel di Sacramento Bee, para peneliti di UC-Davis mengestimasi pada tahun 2003 bahwa California:
“…menambah rata-rata 11 nama per hari ke dalam daftar anak-anak menderita autisme parah yang memenuhi kualifikasi untuk dibiayai negara. Biaya rata-rata seumur hidup dari jasa pendidikan ini adalah $4 juta per anak. Hasilnya, kenaikan pada anak-anak yang layak menerima jasa tersebut menunjukkan peningkatan pada kewajiban finansial jangka panjang negara bagian sebesar $44 juta per hari.”
Siapa yang tahu penyebab utamanya, namun potensi untuk membuat perbaikan dalam pengobatan gangguan dengan menempatkan pendanaan pada sistem daya tahan tubuh sepertinya layak dipertimbangkan.
Tawa dan Kesehatan Sistem Imun

Peneliti pada Indianan State School of Nursing telah melaporkan bahwa memiliki pasien kanker dengan program humor menyebabkan meningkatnya level sel Natural Killer. Dalam kalimat mereka, 'Tertawa mengurangi stress dan meningkatkan aktivitas sel NK. Aktivitas sel NK mengurangi resistensi terhadap penyakit dan meningkatkan morbiditas seseorang dengan penyakit kanker dan HIV, tertawa merupakan intervensi kognitif-perilaku yang berguna.” (Bennett et al.,2003)
Transfer factors dan kondisi autoimun—apakah mengaktivasi sistem imun membuat kondisi ini memburuk?

Kondisi autoimun adalah kondisi dimana sistem imun meyerang jaringan yang sebenarnya berada di kategori “self” dan bukan di kategori “other”. Konsekuensinya tergantung pada dimana sel yang diserang dan apa yang mereka lakukan. Pada permukaan, sepertinya terlihat bahwa melakukan apapun yang memprovokasi aktivitas sistem imun dapat membuat kondisi menjadi memburuk. Namun, transfer factors telah direkomendasikan, dan ditemukan efektif untuk pengobatan, beberapa kondisi autoimun, seperti rheumatoid arthritis (Georgscu, 1985). Berbagi bukti hadir untuk penggunaanya dalam pengobatan Multiple Sclerosis (Barsten, 1980). Bagaimana ini bekerja? Transfer factors menyeimbangkan fungsi sistem imun dan mengatur respon autoimun. Ini berarti Transfer Factor membantu sistem imun anda untuk menyerang pengganggu asing dengan memberinya kode untuk mengenali dan memanggil kembali pasukan ketika pekerjaan telah selesai. Dan dengan penemuan “NanoFactors” oleh 4life Research, formula Tri-Factor dengan kandungan nano factors yang lebih tinggi membantu untuk menyeimbangkan dan mengatur efek pada sistem imun. Puluhan tahun lalu, Hughes (1983) melaporkan upaya untuk memerangi Multiple Sclerosis, sebuah kondisi autoimun, baik dengan menekan atau mengaktivasi sistem imun. Aktivasi sistem daya tahan tubuh, termasuk penggunaan transfer factors, terlihat lebih superior, yang menjelaskan logika ketika pandangan sederhana tentang sistem imun digunakan. 
Potensi penggunaan transfer factors di masa depan

Di masa depan, ada kemungkinan produk bioteknologi akan digunakan untuk membantu pasien sakit menghancurkan virus seperti HIV, yang menyebabkan AIDS. Beberapa studi, semuanya dibatasi dengan satu bentuk metodologi dan lainnya, telah menguji potensi kegunaan dari transfer factors untuk pengobatan HIV. Beberapa telah menemukan hasil yang menjanjikan, terutama ketika transfer factors dikombinasikan dengan obat antiviral standar. Dengan hadirnya persiapan yang stabil pada transfer factors dari sapi dan ayam, memungkinkan pekerjaan yang sesungguhnya dimulai. Semoga, dalam waktu dekat, para peneliti akan berupaya untuk menyerang virus HIV dengan menggunakan dosis transfer factors yang agresif dan direncanakan dengan baik. Jika strategi di masa lalu memberi hasil yang positif, penemuan yang lebih baik akan lebih memungkinkan saat ini. Waktu akan berbicara. 
Satu dari aspek menarik menggunakan transfer factors untuk pengobatan dan pencegahan penyakit adalah bahwa ia menghindari perlunya melibatkan perusahaan farmasi tradisional. Transfer factors dibuat untuk menyediakan alternatif bagi perusahaan obat standar. Produknya dikategorikan sebagai suplemen menurut DSHEA tahun 1994 dan perusahaan sama sekali tidak memberi klaim atas efektivitas asam amino dalam mengobati penyakit. Tidak ada yang menghalangi lembaga swasta dalam membeli dan mendistribusikan transfer factors ke populasi yang dapat merasakan manfaat dari mereka, termasuk beberapa penderita Lyme, CFIDS, MS, Fibromyalagia, HIV/AIDS dan kondisi lainnya. Tidak ada jaminan bahwa transfer factors dapat menolong mereka, tetapi margin keamanan dan efektivitas biayanya, digabungkan dengan potensi untuk meningkatkan kualitas hidup dari mereka yang menderita penyakit yang terkait dengan sistem imun yang parah menjadi pertimbangan. Harga produk kurang lebih sama dengan multivitamin yang baik dan aman. 
Enbrel sebagai contoh dari bagaimana perusahaan obat cenderung melakukan pendekatan atas disfungsi sistem imun

Enbrel adalah immunosupreso yang diinjeksi, diiklankan di televisi untuk pengobatan arthritis. Jelas bahwa, obat seperti ini dapat memberi manfaat bagi sebagian orang. Untuk tujuan penulisan, ini memberikan contoh atas fakta bahwa kondisi yang melibatkan disfungsi sistem imun dapat diserang pada berbagai level. Perbaikan bisa terjadi melalui dua srategi yang sangat berbeda - menghilangkan sumber yang mendasari aktivasi sistem imun, atau melalui penekanan aktivasi sistem imun yang kronis. Enbrel melakukan yang terakhir.
Transfer factor telah ditemukan sukses mengobati arthritis. Adalah menarik untuk membandingkan Enbrel yg dibuat oleh Amgen dan Wyett, dan memilih formulasi transfer factors.
Batas aman dari transfer factors adalah satu-satunya alasan pendekatan ini lebih disukai, namun ini adalah alasan yang bagus. Ebrel dan obat-obatan seperti itu bukanlah tanpa komplikasi. Dari website Enbrel:
‘Informasi penting apa yang perlu saya ketahui tentang menggunakan ENBREL?
ENBREL adalah jenis protein bernama tumor necrosis factor (TNF) penghalang yang menghalangi aksi kandungan dalam sistem daya tahan tubuh anda. Seseorang dengan penyakit imun, seperti rheumatiod arthritis, ankylosing spondylitis, psoriatic arthritis and psoriases, memiliki terlalu banyak TNF dalam tubuh mereka. ENBREL dapat mengurangi jumlah TNF pada tubuh anda ke kadar normal, membantu mengobati penyakit anda. Namun dengan melakukan itu, ENBREL juga dapat mengurangi kemampuan sistem imun anda dalam melawan infeksi.
Semua obat memiliki efek samping, termasuk ENBREL. Kemungkinan efek samping dari ENBREL termasuk….gangguan sistem syaraf serius, seperti multiple sclerosis, kejang-kejang, atau inflamasi dari syaraf mata…
Jarang terdapat laporan atas gangguan darah serius (beberapa bersifat fatal)...
Dalam studi kesehatan dari semua penghalang TNF, termasuk ENBREL, tingkat lebih tinggi dari lymphoma (sejenis kanker) terlihat dibandingkan dengan populasi umum. Risiko lymphoma mungkin naik beberapa lipat lebih tinggi pada pasien rheumatiod arthritis dan psoraisis.
Peran dari penghalang TNF, termasuk TNF, dalam berkembangnya lymphoma tidak diketahui. .
ENBREL dapat menyebabkan reaksi injeksi.
Dalam studi kesehatan atas JRA, infeksi, sakit kepala, sakit abdomina, muntah, dan mual muncul lebih sering pada orang dewasa.
Transfer factors dalam mencegah penyakit

Selain membantu pasien mengalahkan penyakit yang sudah mereka miliki, transfer factors dapat digunakan dengan cara yang menyerupai vaksin tradisional, melindungi manusia dari penyakit sebelum mereka terpapar olehnya. Begitulah bagaimana mereka digunakan pertama kali ketika ditemukan oleh Dr. Lawrence pada 1940an.
Para peneliti di China berspekulasi bahwa transfer factors akan berguna dalam mengobati dan mencegah hepatitis B (Xu YP et al., 2006). Peneliti di Italia baru-baru ini membuat argumen yang sama untuk penggunaan transfer factors dalam mencegah dan menyembuhkan flu burung. Menurut si pengarang(Pizza et al., 2006):
“Avian influenza…memberikan ancaman produksi pandemi. Konsensusnya adalah bahwa kemunculan pandemi seperti ini hanyalah persoalan waktu. Ini masalah besar, mengingat tidak ada vaksin efektif yang tersedia atau dapat dibuat sebelum kemunculan peristiwa ini. Transfer factor (TF)…telah digunakan secara sukses selama lebih dari seperempat abad untuk mengobati infeksi viral, parasit, dan jamur, sama seperti immunodefisiensi, neoplasias, alergi dan penyakit autoimun. Lebih dari itu, beberapa observasi menunjukkan bahwa ia dapat dipergunakan untuk mencegah, mentransfer imunitas sebelum terjadi infeksi….Maka, TF yang spesifik bagi virus influenza baru dapat dibuat dan dipergunakan untuk pencegahan dan pengobatan pasien terinfeksi.”
Ketersediaan dari transfer factors

Tidak penting apa yang dibuat dari transfer factors, adalah suatu kemajuan luar biasa bahwa para peneliti telah menemukan cara bagaimana memproduksi mereka secara massal --dari kolostrum sapi dan telur ayam, tidak kurang! -- dan bahwa perusahaan non farmasi telah membawanya ke publik. 
Untuk saat ini, dan selama perusahaan obat dan FDA tetap dalam batas mereka, dan selama World Trade Organization tidak sukses dalam memaksa anggotanya untuk memberi lebih banyak batasan bagi industri suplemen, transfer factors tersedia sebagai suplemen. Beberapa adalah generik -- mereka meningkatkan fungsi sistem imun secara umum, level sel Natural Killer secara khusus. Beberapa lainnya adalah spesifik atau ditargetkan - mereka mengandung transfer factors yang membawa perintah yang dapat membantu sistem imun mengetahui lokasi dan menghancurkan spesifik patogen, seperti virus herpes.
Transfer factors sangat aman untuk digunakan, dengan sedikit reaksi buruk seperti dilaporkan oleh beberapa studi klinis dimana mereka digunakan. Banyak pengguna mengalami gejala seperti flu ringan pada satu saat selama beberapa bulan pertama pengobatan. Ini biasanya dianggap sebagai tanda yang baik - indikasi bahwa sistem imun bekerja. Gejala penyakit sering memburuk sebelum meningkat pada orang-orang dimana transfer factors itu bekerja. Ini telah secara tradisional dipandang sebagai bagian dari proses penyembuhan. Jika seseorang merasa sakit karena sistem imun mereka teraktivasi secara kronis dan tidak mampu menghancurkan agen penyebab penyakit, maka dorongan sistem imun sehingga ia dapat menghilangkan patogen tertentu adalah perlu untuk membuat beberapa  orang merasa lebih sakit sebagai cara mereka untuk merasa lebih baik. Ini satu efek paradoks dari pemulihan atas penyakit viral untuk sebagian orang - merasa lebih baik dan lebih buruk apada saat yang sama.
Banyak obat antiviral dan bahkan antibakteri dijual oleh perusahaan obat tidak dapat memberikan profil keamanan yang sama. Beberapa anti viral diketahui menyebabkan gagal liver, dan efek samping serius dari antibiotik adalah lebih umum dari yang mungkin disadari banyak orang.
Transfer Factors saat ini diproduksi dan dijual oleh 4Life Research.
Transfer factors dan alergi makanan
Transfer factors diekstraksi dari kolostrum sapi dan telur ayam. Bagaimana dengan mereka yang alergi terhdap keduanya karena beberapa alasan? Komponen dari susu dan telur yang mungkin menimbulkan alergi, telah disaring.
 
 
Ukuran dari transfer factors dan penyerapan mereka melalui administrasi oral
Transfer factors, pertumbuhan hormon, dankonstituen penting lainnya dari kolostrum ditelan oleh bayi dan diserap melalui sistem pencernaan. Namun, sistem pencernaan bayi belumlah lengkap, menciptakan kesempatan untuk masuknya hal-hal ini.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah rantai pendek dari asam amino yang terdiri dari transfer factors terserap ke dalam tubuh melalui administrasi oral atau terurai selama pencernaan di perut dan saluran kencing. Kemajuan teknologi yang memungkinkan imun ini dijual dalam bentuk bubuk dan digunakan secara oral hanya akan berguna jika produk akhirnya masuk ke dalam tubuh.
Sepert didiskusikan, transfer factors terlihat seperti, utamanya, rantai dari asam amino. Asam amino terangkai bersama menjadi rantai pendek (peptides) dan rantai panjang (protein). Selama pencernaan, protein terurai menjadi asam amino, dipeptides (sepasang asam amino) dan threepeptides (tiga asam amino bersamaan) oleh enzim bernama proteases dan peptidases. Sementara dua atau tiga asam amino terdengarnya seperti tidak banyak, beberapa peptides penting dalam tubuh, pada kenyataannya, adalah pendek. Glutathione, sejenis antioksidan dan thyrotropin yang melepaskan hormon, hormon utama bagi fungsi tiroid, hanya sepanjang tiga asam amino.
Bagi beberapa orang — banyak orang sebenarnya — jarak antara sel yang memisahkan jalur gastrointestinal terlalu besar, memungkinkan protein, bakteri, racun, dan molekul besar lainnya untuk dapat masuk. Masalah ini disebut sebagai "kebocoran usus". Karenanya, molekul ini masuk ke dalam tubuh dan kemudian menyerang sistem imun. Alergi makanan, seperti alergi kacang, dapat menyebabkan hal ini. Sementara jarak ini dapat membantu penyerapan obat-obatan penting, adanya jarak ini juga menyebabkan banyak masalah.
Para peneliti saat ini bekerja untuk membuat kebocoran usus ini bersifat sementara sehingga suplemen dan obat dapat terserap lebih banyak.
Pada tahun 2000, Kirkpartrick menulis bahwa, “... Bagaimanapun, penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa transfer factors dapat djernihkan ke tingkat homogenitas yang tinggi dan bahwa transfer factors yang sudah dijernihkan sangat berprotein dan bersifat spesif imunologis.”
Transfer factors diduga memiliki berat molekul sekitar 5000 Daltons (Da). Sebagai referensi, Tryptophan adalah asam amino terberat yaitu sebesar 204.22 Da.
Transfer factors oral sepertinya bekerja, dan memberi bukti anekdot bahwa mereka memang dapat diserap dan tersedia. Gejala seperti flu yang sering terjadi akibat penggunaannya secara jelas menunjukkan bahwa suplemen dalam jumlah yang cukup masuk ke dalam tubuh untuk mengaktivasi sistem imun.  
 
 
Peranan enzim penghancur insulin (insulin-degrading enzyme (IDE)) pada pathofisiologi dari shingles, Alzheimer dan diabetes.

Banyak orang dewasa terjangkit kembali virus herpes yang menyebabkan cacar air. Tapi kali ini dengan cara yang lebih menyakitkan. Setelah dilawan kembali oleh sistem imun masa kanak-kanak, virus tersebut bersembunyi didalam sel syaraf, termasuk sel yang mengangkut informasi sensori dari kulit. Ketika dibawah tekanan (stress), ketika kulit rusak, ketika mengalami sakit dengan kondisi lain, virus yang oportunis ini keluar dari ujung syaraf kulit kita. Ia menginvasi sel kulit dan membuatnya meletus, menyebabkan rasa terbakar yang menyakitkan. Syaraf sensori membawa informasi dari area kulit bernama dermatoma (bayangkan memiliki punggung bawah yang dijepit, yang akan merepresentasikan sesuatu seperti dermatoma). Karena hal ini, pecahnya shingles dapat memiliki batasan yang jelas.
Musim gugur ini, Dr. Jeffrey Cohen dan Quinxeue Li peneliti pada National Institute of Allergy and Infectious Disease melaporkan penemuan yang sangat menarik. Virus shingles masuk ke dalam sel dengan menempel pada suatu enzim bernama insulin degrading enzyme (IDE). Ia menumpang pada IDE ketika enzim ini memasuki sel.
Insulin degrading enzyme (IDE) adalah suatu hal yang menarik. Ia merupakan suatu enzim yang sepertinya memainkan peran pada beberapa penyakit. Seperti didiskusikan di atas, ia berguna sebagai jalan masuk ke sel bagi shingles. Secara teoritis, tanpa IDE atau apapun, seseorang tetap mungkin terkena shingles. Bahkan jika memungkinkan, IDE yang terlalu sedikit akan berdampak lebih buruk. Kita memerlukan IDE untuk mengatur kadar tiga protein lain yang terkait dengan penyakit - Beat-Amyloid Precusor Proetein (d-APP), insulin, dan amylin.
- kadar tinggi dari terlibat dalam patogenesis dari Alzheimer
- Terlalu banyak insulin dapat menyebabkan diabetes.
- Deposit mengandung amylin ditemukan pada sel pankreas mati pada orang yang     menderita Diabetes Tipe II.
Kadar dari ketiga protein diatur oleh IDE. Ada beberapa spekulasi bahwa gen yang membawa perintah bagaimana membuat IDE IDE menjadi terlalu kecil, menaikkan kadar b-APP, insulin dan amylin, dan meningkatkan kemungkinan seseorang terkena Alzheimer dan diabetes (Farris et al., 2003)
Ketika kadar insulin naik, kadar IDE ikut naik karena sesuatu diperlukan untuk mengurai insulin (Zhao et al., 2004). Zhao dan para koleganya (2004) memberi bukti bahwa aktivasi reseptor insulin menyebabkan kenaikan pada kadar IDE.
Ini membuat sistem terkendali. Pada Diabetes Tipe II, skenarionya bekerjan seperti ini. Aktivasi reseptor insulin yang kronis melalui konsumsi gula membuat mereka mengalami desensitisasi. Jika mereka terdesensitisasi, maka, lebih sedikit IDE yanng dapat terbentuk. Sepert yang telah kita diskusikan, kurangnya IDE dapat membuat deposit amylin di pankreas sel b, dan kadar insulin tinggi seperti yang terlihat pada diabetes.
Karena IDE mengurai sel b-APP, IDE terkait dengan diabetes juga dapat membuat b-APP lebih banyak, yang akan meningkatkan kemungkinan Alzheimer. Ini sesuai dengan laporan baru-baru ini yang menyatakan bahwa, “Diabetes tipe II memprediksikan perkembangan dari dementia dan Alzheimer ." (University of Michigan News Service, March 13,200