Transfer factors adalah
rantai kecil dari asam amino dan sedikit RNA yang membawa informasi
penting dari sel sistem daya tahan tubuh ke sel sistem daya tahan tubuh
yang lain.
Mereka seperti nota post-it yang mengantarkan detail terkait
dengan penyakit ke sel di seluruh tubuh. Sel sistem daya tahan tubuh yang
sudah ada dan yang baru mendatangi nota post-it ini, membacanya, dan
kemudian bekerja. Informasinya termasuk ancaman-ancaman apa yang perlu
diwaspadai (bakteri, virus, parasit, atau bahkan sel kanker), apa yang
harus dilakukan terhadap mereka, dan kapan harus berhenti melakukannya.
Transfer factors pada
awalnya ditemukan pada akhir tahun 1940an oleh peneliti tuberkolosis
bernama Dr. H Sherwood Lawrence. Sementara mencari cara untuk melindungi
manusia dari tuberkolosis, Dr. Lawrence mengambil sel darah putih dari
pasien yang sakit dan menginjeksi bagian dalam sel ke manusia yang sehat.
Hasilnya, orang yang sehat menjadi imun terhadap tuberkolosis! Dr.
Lawrence tidak mengetahui apa persisnya yang memberikan imunitas tersebut
sehingga ia secara sederhana menyebutnya sebagai "Transfer Factor".
Selama puluhan tahun sejak
penemuan Dr. Lawrence, beberapa peristiwa penting terjadi yang kemudia
menyebabkan ketersediaan transfer factors bagi publik:
·
Pada tahun
1989, dua peneliti, Dr. Gary Wilson dan Dr. Greg Paddock menyempurnakan
apa yang merupakan proses penyaringan paten untuk ekstraksi transfer
factors dari kolostrum sapi. Melalui teknik ekstraksi ini, transfer
factors murni dapat dikumpulkan dalam bentuk terkonsentrasi, dikeringkan,
dan dibentuk menjadi kapsul untuk konsumsi manusia.
·
Pada tahun
1991,pekerjaan Dr. Sherwood divalidasi.
·
Pada tahun
1998, 4Life Research membeli patennya, menambah paten untuk teknik
mengekstraksi transfer factors dari telur ayam, dan mulai menjual produk
mengandung transfer factor ke publik. Produk ini dilindungi oleh badan US
Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA) pada tahun 1994
·
Pada tahun
1999,efektivitas dan keamanan suplemen Transfer Factor divalidasi oleh
studi klinikal di seluruh dunia.
Secara ringkas, transfer
factors ditemukan pada tahun 1949 ketika seorang peneliti menggunakan sel
darah putih dari manusia yang terinfeksi ke manusia sehat yang sudah
diimunisasi. Namun sekarang kita mampu mengekstraksi transfer factor dari
kolostrum sapi dan kuning telur ayam membuatnya menjadi tersedia bagi
konsumsi publik. Bagaimana kita bisa menghubungkan manusia dengan sapi dan
ayam, dan mengapa semua itu dapat bekerja? Ternyata transfer factors tidak
spesifik bagi manusia atau spesies tertentu, ini berarti transfer factors
yang dihasilkan oleh manusia, sapi, anjing, atau bahkan ayam dapat
dipertukarkan. Mereka seperti arsip komputer ditulis dalam kode dasar,
membuatnya mudah dibaca oleh komputer jenis apapun. Transfer factors
merepresentasikan bahasa universal yang dapat digunakan untuk
mengendalikan secara langsung aktivitas sistem daya tahan tubuh.
Fakta bahwa transfer factors
dapat diproduksi secara massal dan sekarang tersedia untuk publik adalah
sangat penting. Mungkin satu hal yang lebih penting adalah kemungkinan
bahwa transfer factors dapat dibuat untuk penyakit seperti H5N1 penyebab
dari flu burung, sperti yang disarankan oleh Dr. Pizza dan koleganya. Jika
sapi atau ayam diinjeksi dengan virus H5N1, informasi tentang virus akan
termasuk dalam kolostrum atau telur yang diproduksi oleh hewan. Mereka
dapat diambil secara oral dari manusia - tidak perlu ada injeksi - dan
dapat, paling tidak secara teoritis, mencegah pandemi H5N1.
Transfer factors bukanlah
obat-obatan dan tidak secara langsung menyerang penyakit. Mereka merupakan
suplemen yang memperbanyak aktivitas sistem imun sehingga sistem daya
tahan tubuh dapat menyerang penyakit. Mereka melakukannya secara aman
dengan efek samping minimal -- bahkan ketika diinjeksikan ke manusia --
melampaui gejala seperti flu ringan yang umumnya muncul selama beberapa
minggu pertama penggunaannya. Tidak ada komplikasi serius pernah
dilaporkan dalam ratusan tulisan menegani topik ini.
Transfer factors bekerja
sangat berbeda dari obat-obatan farmasi. Daripada menekan sistem imun,
atau menggunakan mekanisme yang digunakan patogen tertentu untuk bertahan,
transfer factors membantu sistem daya tahan tubuh mengurus dirinya sendiri
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti secara inheren. Meningkatkan
sistem imun ikut meningkatkan kemungkinan manusia menyembuhkan dirinya
sendiri, terutama jika transfer factors yang digunakan adalah yang
didesain untuk patogen tertentu. Lagi-lagi, mereka bekerja dengan membantu
sistem imun melakukan pekerjaannya. Ini bagian yang membuat mereka
dikatakan sebagai suplemen dan bukannya obat-obatan.
Mari kita lihat sebuah
contoh. Dalam percobaan klinikal, transfer factors ditemukan memiliki
kemampuan superior dari acyclovir obat-obatan dalam mencegah pecahnya
penyakit. Hanya satu dari dua pengobatan, transfer factors, yang ditemukan
dapat meningkatkan kesehatan sistem imun. Acyclovir mengincar virusnya itu
sendiri. Ini bukan merupakan masalah, selama problem anda adalah virus dan
bukan virus ditambah dengan lemahnya sistem imun. Iklan untuk obat
antiviral, Valtrex, yang dikonversi menjadi acyclovir dalam tubuh,
mengindikasikan bahwa obat hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki
sistem imun yang sehat. Banyak orang berurusan dengan munculnya kembali
virus, seperti virus herpes yang menyebabkan penyakit, terjadi karena
sistem daya tahan tubuh yang tidak sehat!
Sebagai ringkasan, transfer
factors adalah molekul kecil yang dihasilkan oleh sistem imun setelah
berhadapan dengan ancaman. Merke tidak bersifat spesifik bagi spesies
tertentu, berarti bahwa transfer factors yang dihasilkan oleh sistem imun
sapi atau ayam dapat dibaca oleh sistem imun kita. Sekali mereka memasuki
tubuh kita, mereka diambil dan dibaca oleh sel daya tahan tubuh, dan
kemudian perintah dan bekerja. Mereka bukan obat-obatan, tetapi merupakan
suplemen yang membantu sistem daya tahan tubuh melakukan pekerjaannya dan
bukannya menyerang patogen secara langsung. Inimembuat mereka cukup
berbeda dari obat-obatan farmasi lainnya, termasuk antibiotik, yang secara
langsung menyerang penyakit peyebab patogen tanpa memperbaiki sistem imun
dalam cara apapun.
Selama bertahun-tahun,
transfer factors telah merevolusi pengobatan dan pencegahan penyakit.
Mereka memungkinkan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri, dengan aman.
Melampaui antibiotik —
Menggunakan transfer factors untuk membantu mengalahkan penyakit, mencegah
pandemi, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dengan menguatkan
sistem daya tahan tubuh. Terlalu bagus untuk menjadi kenyataan?
Aaron
White, PhD
Kita menuju akhir dari masa
keemasan dalam dunia medis, salah satu yang bisa kita perhitungkan adalah
antibiotik untuk menyembuhkan infeksi bakteri yang jahat dan menghancurkan
virus yang berpotensi mematikan. Sayangnya, resistensi bakteri terhadap
obat-obatan telah bertumbuh lebih cepat dari mengatakan “gonorrhea ” dan
semua orang setuju bahwa pandemi viral hanyalah masalah waktu. Menjadi
jelas bahwa kita telah menyepelekan peran virus, dan bakteri berbentuk
virus (mycoplasma), dalam semua jenis dari kanker sampai sakit sendi
kronis. Kita juga telah meremehkan pentingnya kesehatan sistem daya tahan
tubuh dalam mencegah dan menghancurkan ancaman yang terjadi saat ini dan
di kemudian hari. Dengan kata lain, ini adalah kabar baik, karena kemajuan
yang nyata sekarang dapat dimulai. Sementara peneliti di perusahaan
farmasi bekerja untuk menjual obat-obatan mereka, satu harapan terbaik
kita untuk masa depan dalam penyembuhan dan pencegahan penyakit terletak
pada penemuan yang terjadi pada lebih dari 50 tahun lalu - sesuatu yang
disebut transfer factors. Transfer factors adalah percabangan pendek dari
asam amino dan RNA yang dapat mengatakan kepada sel imun yang baru lahir
mengenai apa yang harus dicari, bagaimana melakukannya, dan kapan harus
berhenti. Para peneliti telah menemukan bagaimana memanfaatkan
transfer factors untuk penyakit apapun dengan patogen yang dapat
teridentifikasi. Mereka dapat digunakan untuk mengobati pasien yang
terinfeksi oleh apapun, dari herpes sampai hepatitis dan melindung mereka
yang belum terekspos. Dalam review ini, kita akan mendiskusikan penemuan
transfer factors, penelitian mengenai nilai potensial mereka dalam
pengobatan penyakit dan pencegahannya, dan menguji pertanyaan yang tak
terjawab mengenai bagaiman dan kapan menggunakan mereka.
Sistem daya tahan tubuh
terdiri dari sel-sel yang sangat kuat yang berkeliaran di seluruh tubuh
dan otak kita, mencari pengunjung yang berpotensi menyebabkan penyakit,
apakah mereka virus, bakteri, jamur, atau parasit. Sekali ditemukan, tamu
yang tak diinginkan ini dihancurkan sehingga bahaya yang mereka timbulkan
dapat diminimalkan. Sel-sel yang mendeteksi tamu asing akan menghancurkan
mereka. Sel yang lain berpindah ke area tersebut untuk membantu memerangi
mereka. Sel sistem daya tahan tubuh yang baru terbentuk direkrut menjadi
tentara dalam perang tersebut. Mereka mendapat perintah tentang apa
yang harus dicari, bagaimana mengenalinya, bagaimana mengalahkannya, dan
kapan harus berhenti. Kita hanya menyadari perjuangan ini ketika
mereka berlangsung dengan cukup keras untuk mempengaruhi bagaimana kita
berpikir dan merasa.
Sejarah
singkat pengobatan penyakit dari Direktur Jenderal World Health
Organization (WHO)
Dalam pengamatan yang
fantastis akan penyakit penyebab mikroba dan bagaimana mereka telah
diperlakukan selama bertahun-tahun, Dr. Gro Harlem Brundland, Directur
Jenderal dari WHO, menawarkan kerangka waktu berikut ini:
2000BC – Ini, makanlah akar
ini.
1000BC – Akar tersebut tidak
berTuhan. Ini, ucapkanlah doa ini.
1850AD – Doa itu takhayul.
Ini, minumlah racun ini.
1920AD – Racun itu adalah
minyak ular. Ini, minumlah pil ini.
1945AD – Pil tersebut tidak
efektif. Ini, ambillah penisilin.
1955AD – Oops…si pengganggu
bermutasi. Ini, ambillah tetracycline.
1960AD to 1999AD – 39 more
‘oops’… Ini, ambillah antibiotik yang lebih kuat.
2000AD – Si pengganggu
menang, Ini makanlah akar ini.
Disampaikan melalui
"Antimicrobial Resistance World Health Report on infectious Diseases
2000". Pesan dari Direktur Jenderal WHO, diakses 13 Desember 2006.
Penemuan
antibiotik dan transfer factor
Beberapa penemuan penting
mengenai fungsi dan kesehatan sistem imun telah tejadi selama 100 tahun
terakhir. Secara umum, penekanannya terletak pada penemuan substansi yang
dapat secara langsung menyerang pengganggu, seperti pada kasus antibiotik
dan banyak obat antiviral lainnya. Yang tidak terlalu ditekankan adalah
cara untuk membantu sistem daya tahan tubuh seseorang dalam berhadapan
dengan ancaman asing. Mari memulainya dengan melihat dua penemuan penting
- antibiotik dan transfer factors - dan berdiskusi bagaimana penemuan ini
telah mempengaruhi cara kita berhadapan dengan penyakit, dan peran yang
paling mungkin mereka mainkan dalam masa depan dunia medis.
Pada tahun 1928, di sebuah
laboratorium di London, Alexander Fleming mengobservasi bahwa spesies
jamur bernama Penicillium mampu membunuh bakteri pada cawan Petri. Dr.
Fleming pada awalnya tidak berniat untuk menemukan antibiotik. Dia kembali
ke laboratoriumnya setelah beberapa saat dan menemukan bahwa bakteri yang
ia kembangkan tidak bertumbuh dalam area sempit seputar jamur yang ia
kontaminasikan dan berfungsi sebagai sampel. Dia mungkin bukan yang
pertama mengobservasi fenomena ini, tetapi dialah yang pertama yang
mengejar pemahaman akan bagaimana jamur dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
Dr. Fleming mengidentifikasi komponen jamur tersebut dengan properti anti
bakteri dan melabelinya “penicillin”. Perlu waktu 15 tahun - sejak tahun
1940an - sebelum para peneliti menyadari seluruh potensi dari penicillin
dan mengetahui bagaimana mengubah penemuan Dr. Fleming menjadi produksi
massal pengobatan penyakit. Dan dimulailah era dimana tingkat kematian
akibat infeksi kecil dan bakteri menjadi menurun tajam.
Tahun 1949, ketika
penicillin dan obat sulfa, antibiotik yang dikembangkan di Jerman,
memperoleh reputasi sebagai penyelamat kehidupan, seorang peneliti
tuberkolosis bernama Dr. H Sherwood Lawrence membuat penemuan penting
lainnya dalam manajemen penyakit. Ia mengekstraksi cairan intraseluler
dari sel darah putih pasien yang sudah terekspos tuberkolosis (TB). Ia
kemudian menginjeksi isi dari sel-sel tersebut ke pasien yang belum
terekspos. Dengan begitu, ia melindungi mereka dari kontraksi TB.
Iamenyebut komponen misterius itu sebagai 'transfer factors', karena
mereka mentransfer imunitas dari satu pasien ke pasien lain.
Pada saat transfer factors
ditemukan, pemahaman kita akan penyakit cukup terbatas dan kemampuan untuk
mengekstraksi transfer factors agar dapat digunakan dalam pengobatan lebih
dari satu kasus juga tak tersedia. Efek ajaib dari antibiotik menjadi
sangat luas diketahui pada saat itu dan merekalah yang mengambil panggung
utama. Limapuluh tahun kemudian, dengan peningkatan pemahaman akan
penyakit dan perkembangan teknologi, transfer factors sekarang telah
berkembang sebagai senjata potensial yang sangat kuat dalam melawan
penyakit - termasuk penyakit yang resisten, atau tak tersentuh, oleh
antibiotik.
Immunologis menyatakan bahwa
transfer factors adalah rantai kecil dari asam amino dan sedikit RNA yang
mengandung perintah yang digunakan oleh sistem imun untuk mengenali dan
melawan pengganggu asing dan kanker sel. Ketika sel imun yang baru lahir,
mereka mengambil transfer factors dan membacanya seperti catatan yang
ditinggalkan oleh sel imun sebelumnya. Setiap kali seseorang sakit dan
sistem daya tahan tubuhnya mempelajari bagaimana melawan patogen, transfer
factors tercipta dan digunakan di lain waktu untuk membuat perlawanan
terhadap patogen lebih efisien.
Penyakit
jantung dan kesehatan sistem imun - dapatkah virus dan bakteri menyebabkan
masalah jantung dan serangan pada sebagian orang?
Menurut informasi baru-baru
ini dari American Heart Association, penyakit infeksi dapat menjadi
penyebab penyakit jantung dan serangan pada banyak orang:
‘Tidak ada yang mengetahui
secara pasti apa yang menyebabkan inflamasi tingkat rendah yang sepertinya
membuat orang sehat menjadi berisiko. Namun, penemuan baru konsisten
dangan hipotesis bahwa sebuah infeksi - yang mungkin disebabkan oleh
bakteri atau virus - mungkin memiliki peran atau bahkan menyebabkan
atherosclerosis Infeksi bakteri yang mungkin
terjadi termasuk Chlamudia pneumoniae (klah-MiD’eah-ah nu-Mo’ne-I) dan
Helicobacter Pylori (HeL’ih-ko-bak’ter pi-Lo’ri). Agen viral yang mungkin
termasuk herpes simplex virus dan cytomegalovirus (si’to-meg’ah-lo-Virus).
Maka, adalah mungkin bahwa terapi antimikroba atau antiviral suatu hari
nanti bergabung dengan terapi lain untuk digunakan dalam mencegah serangan
jantung.
Penelitian tentang transfer factors
Dalam setengah abad terakhir, lusinan studi yang terpublikasi telah menguji kemampuan transfer factors dalam mengobati dan mencegah penyakit. Banyak diantaranya sangat sukses sementara sisanya gagal secara menyedihkan.
Kecanggihan teknologi yang
jenius telah membuat penggunaan sel darah putih dalam penelitian menjadi
tidak diperlukan. Ini seharusnya memungkinkan pengembangan yang cepat
dalam pengembangan protokol terstandarisasi untuk penggunaan transfer
factors dalam manajemen penyakit. Peneliti di 4Life Research yang
menyediakan transfer factors ke publik, telah mengambil keuntungan dari
fakta bahwa transfer factors terdapat pada kolostrum, cairan pertama yang
dilepaskan dari payudara setelah kelahiran anak. Ini benar terjadi pada
manusia, sapi, dan mamalia lainnya. Mereka juga terdapat pada telur ayam.
Ketika terhisap oleh seorang keturunan, transfer factors meneruskan
perintah ke sistem imun si keturunan. Mereka juga menstimulasi produksi
sel Natural Killers, sel darah putih selalu berjaga-jaga terhadap
pengganggu asing dan mampu menghancurkan mereka tanpa melibatkan bagian
lain dari sistem daya tahan tubuh.
Terlepas dari keberagaman
dalam metodologi dan hasil, puluhan tahun penelitian akan transfer factors
meyakinkan bahwa transfer factors dapat sama pentingnya seperti antibiotik
dalam melawan penyakit. Antibiotik hanya mentargetkan bakteri. Transfer
factors dapat membantu tubuh melawan bakteri, juga virus dan bahkan sel
kanker. Mereka bekerja dengan mendorong sistem daya tahan tubuh individu
sehingga ia dapat berhadapan dengan tamu tak diinginkan. Mereka tidak
menyerang penyakit secara langsung dan hanya dapat meningkatkan kesehatan
dengan membantu tubuh melakukan apa yang sudah dilakukan. Sehingga, mereka
dapat dikategorikan sebagai suplemen.
Transfer factors sekarang
dapat dibuat untuk membantu tubuh dalam berhadapan dengan patogen spesifi,
yang sulit untuk diobati - seperti herpes oral dan kelamin, shingles,
kekurangan dinding sel Lyme (bakteri yang dapat menginvasi sistem imun dan
beraksi seperti virus), Epstein Barr (yangmenyebabkan mononucleosis),
cytomegalovirus, HIV dan banyak lainnya. Nilai sebenarnya dari pengobatan
jenis ini akan ditentukan. Tetapi, jika masa lalu dapat dijadikan acuan,
masa depan dapat menjadi cukup cerah untuk strategi ini dan bagi mereka
yang menderita daftar panjang penyakit yang hanya memiliki sedikit harapan
dari apa yang bisa ditawarkan oleh pengobatan modern saat ini.
Jika
transfer factors memiliki begitu banyak potensi bagi dunia kesehatan,
mengapa kita belum mendengar banyak tentangnya?
Pencarian di website World
Health Organization pada 13 Desember 2006 untuk terminologi ‘transfer
factor’ memberikan hasil dengan tingkat akurasi nol. Ini menunjukkan bahwa
dogma dunia kesehatan lambat berubah. Transfer factors ditemukan pada saat
keajaiban dari antibiotik baru saja disadari (akhir 1940). Bakteri, dan
dampak dari antibiotik dalam melawan mereka mudah untuk dilihat.
Penyakit viral lebih sulit untuk dipahami. Hal ini, ditambah dengan kenyataan bahwa teknologi untuk mengekstraksti transfer factors agar dapat digunakan dalam dunia medis belum tersedia, menyebabkan sepinya perayaan akan penemuan tersebut, hingga saat ini. Para peneliti sejak saat itu menemukan bagaimana melakukan dua hal luar biasa dengan transfer factors - mengekstraksinya dari kolostrum sapi (susu pertama) dan telur ayam, dan menciptakan transfer factors untuk penyakit tertentu, seperti virus herpes dan Lyme. Ketika terhisap, transfer factors mengatakan kepada sistem imun apa yang harus dicari, bagaimana melakukannya, dan kapan harus berhenti. Adalah asumsi yang aman kalau kita akan lebih sering mendengar tentang transfer factors seiring berjalannya waktu - namun tahan diri anda!
Penyakit viral lebih sulit untuk dipahami. Hal ini, ditambah dengan kenyataan bahwa teknologi untuk mengekstraksti transfer factors agar dapat digunakan dalam dunia medis belum tersedia, menyebabkan sepinya perayaan akan penemuan tersebut, hingga saat ini. Para peneliti sejak saat itu menemukan bagaimana melakukan dua hal luar biasa dengan transfer factors - mengekstraksinya dari kolostrum sapi (susu pertama) dan telur ayam, dan menciptakan transfer factors untuk penyakit tertentu, seperti virus herpes dan Lyme. Ketika terhisap, transfer factors mengatakan kepada sistem imun apa yang harus dicari, bagaimana melakukannya, dan kapan harus berhenti. Adalah asumsi yang aman kalau kita akan lebih sering mendengar tentang transfer factors seiring berjalannya waktu - namun tahan diri anda!
Mari kita
lihat beberapa titik terang dalam literatur penelitian.
1. Ketika dibuat untuk
membantu sistem imun bertarung melawan penyakit seperti virus herpes,
transfer factors dinyatakan suprior dibanding acyclovir, obat antiviral
dijual oleh perusahaan (Estrada-Parra et al., 1998)
2. Transfer factors
menghilangkan jumlah korban akibat herpes kelamin (Pizza et al, 1996)
3. Transfer factors membantu
pasien AIDS mengalahkan cryptosporidium, penyakit perut yang umum bagi
populasi ini (McMeeking et al, 1990)
4. Transfer factors
menyebabkan berkurangnya ukuran glioblastomas, jenis tumor yang paling
umum pada otak. (Pineda et al., 2005)
Transfer
factors dan penyakit lain seperti Sindrom Kelelahan Kronis, Multiple
Sclerosis, post-Lyme dan Fibromyalgia
Saat ini, melengkapi
pengobatan yang agresif dan sangat terkenal bagi penyakit seperti kanker,
publik dan para dokter yang mengobati mereka berjuang melawan daftar
panjang penyakit yang kurang dipahami dan tidak ada paradigma pengobatan
yang efektif dan terkini. Mari kita lihat beberapa diantaranya.
Penyakit lyme disebabkan
oleh bakteri. Jika dideteksi dari awal, biasanya dapat dihilangkan dengan
terapi antibiotik tradisional. Tetapi, jika tidak terdeteksi sejak awal,
banyak pasien mengalami masalah yang berkelanjutan dan berkembang -
seperti arthritis, kebal muka, gejala intermiten seperti flu, dan banyak
lainnya. Sekali ini muncul, bahkan antibiotik Ivlam berbagai kemungkinan,
ini berhubungan dengan kenyataan bahwa spora Lyme dapat merobek dinding
selnya dan mendirikan toko didalam sel tuan rumah, termasuk sel imun.
Mereka membentuk mycoplasma dan mulai berfungsi lebih seperti virus
daripada bakteri.
Penyakit lainnya adalah
Sindrom Kelelahan Kronis (Chronic Fatigue Immune Dysfunction Syndrome -
CFIDS). Siapapun yang menderita penyakit ini -- dengan ciri kerusakan
fungsi kognitif yang dapat mencapai intensitas mengerikan (kabut otak/brain
fog), ketidaknyamanan fisik yang amat sangat, pusing pada saat berdiri,
lelah yang terasa sakit, sakit punggung, pola tidur yang buruk dan gejala
lainnya -- mungkin telah menyadari bahwa obat-obatan negara barat saat ini
impoten dalam mengatasi kondisi ini, seperti juga kondisi lain yang
terkait seperti fibromyalgia dan multiple sclerosis.
Seperti yang akan kita lihat
dalam bagian berikutnya, obat farmasi untuk kondisi daya tahan tubuh
seringkali menekan sistem imun, mengakibatkan penyembuhan gejala secara
sementara namun membuat pasien terancam mengalami berkembangnya patologi
dan mungkin membuat mereka menjadi lebih parah dalam jangka panjang!
Lihatlah peringatan Amgen and Wyeth's tentang immuno-sipressor, Enbrel,
pada bagian "Disease Prevention". Menurut perusahaan ini, menggunakan obat
yang diinjeksi sendiri seperti Enbrel untuk arthritis dapat menyebabkan
multiple sclerosis dan menjadi tuan rumah untuk efek samping yang
membahayakan. Serupa dengan itu, produk seperti kortisol, termasuk
Prednisone, memberi kesembuhan dari inflamasi dengan menekan sistem imun,
membuat pasien mengalami daftar panjang penyakit lainnya.
Penilaian atas bagian dari
pengobatan kondisi ini mengingatkan pada apa yang terjadi di awal abad
20an ketika American Medical Association (AMA) masih merekomendasikan
alkohol sebagai pengobatan pertama untuk gigitan ular. Ada beberapa
laporan dokter mengobati pasien yang tergigit ular dengan meningkatkan
dosis alkohol hingga titik mematikan. Menekan sistem imun, bahkan dengan
risiko kematian, dengan tujuan untuk mengobati gejala daripada mengatasi
yang mendasarinya adalah sama salahnya, menurut opini saya.
Dalam banyak kasus,
penderita CFID - seperti juga penderita MS, mereka yang memilki
fibromyalgia dan gejala post-Lyme atau post-viral - menunjukkan kelemahan
dalam fungsi sistem imun, mungkin dikombinasikan dengan aktivasi beberapa
aspek sistem imun yang kronis. Kelemahan pada sistem imun menempatkan
penderita dalam risiko terkena infeksi patogen. Aktivasi kronis dari
sistem imun, yang merupakan usaha untuk berhubungan dengan patogen ini,
dapat menjelaskan gejala seperti sakit punggung, depresi, cemas berlebihan,
dan kelelahan (lihat bagian tambahan dari aktivasi sistem imun dan
kesehatan psikologis). Pada pasien yang memenuhi profil ini, transfer
factors memiliki potensi untuk melakukan keajaiban. Dalam sejumlah kecil
penelitian klinikal, transfer factors ditemukan efektif bagi beberapa
penderita CFID - tapi, terutama, bukan yang lainnya.
Laporan baru-baru ini oleh
Dr. Nancy Klimas, peneliti yang sangat dihormati dan salah satu otoritas
dunia untuk CFID, dan koleganya menyarankan bahwa penderita wanita dapat
dikelompokkan menurut level sel Natural Killer-nya (Seigel et al., 2006).
Mereka yang berada di level dibawah normal cenderung menunjukkan tingkat
disfungsi kognitif yang lebih besar, berkurangnya gerakan, dan kesulitan
berfungsi yang lebih besar sepanjang hari. Sepertinya masuk akal untuk
merumuskan bahwa subjek di subgroup ini merupakan kandidat yang bagus ntuk
merasakan manfaat dari efek peningkat sel Natural Killer oleh transfer
factors.
Relatif terhadap kontrol,
persentase penderita CFID yang lebih besar teruji positif terinveksi
dengan HHV6 (satu dari delapan jenis virus herpes). Virus ini juga
terdapat pada sebagian besar penderita Multiple Sclerosis (MS) yang
menunjukkan kemungkinan immunodefisiensi pada penderita gejala ini. Ketika
virus-virus ini, dan aktivasi imun yang mengikutinya, mungkin menyebabkan
banyak gejala dari CFID, MS dan kondisi lainnya, infeksi ini menunjukkan
gejala yang lebih mendasar bagi manusia. Sifat dari permasalahan mendasar
ini bervariasi dari satu orang ke orang lain, tetapi disfungsi sistem daya
tahan tubuh sepertinya merupakan denominasi umum. Peran yang dapat
dimainkan oleh transfer factors dalam memperbaiki kondisi abnormal ini
menjadi semakin jelas seiring dengan berjalannya waktu.
Studi menegaskan hubungan
antara CFID dan virus herpes dan menunjukkan caranya menghadapi virus
dapat meningkatkan masa hidup mereka yang sakit.
Mendorong
kesehatan sistem imun dapat meningkatkan kesehatan psikologis, sementara
disfungsi sistem imun dapat menyebabkan banyak kondisi kejiwaan.
CDC
akhirnya membuat website tentang Chronic Fatigue Syndrome
The Centers for Disease
Control akhirnya membuat website mengenai Chronic Fatigue Syndrome (CFS),
lebih umum dikenal sebagai Chronic Fatigue Immune Dysfunction Syndrome (CFIDS)
atau Myalgic Encephalomyelitis, selama musim gugur 2006. Pendahuluannya
diawali sebagai berikut:
‘mengelola sindrom kelelahan
kronis dapat terlihat sekompleks penyakitnya itu sendiri. Belum ada
penyembuhnya, tidak ada obat resep yang dikembangkan secara khusus untuk
CFS, dan gejalanya bervariasi sepanjang waktu. Faktor-faktor ini
mempersulit gambaran pengobatannya dan meminta anda dan tim kesehatan anda
untuk secara konstan memonitor dan secara berkelanjutan merevisi strategi
pengobatan'.
Menurut pendapat saya,
bahkan jika akurat, banyak isi dari website tersebut tidak membantu dan
secara efektif meninggalkan para penderita dalam situasi dimana mereka
sebelumnya telah berada sebelum CDC menerbitkan website tersebut -
frustrasi dan merasa tidak ada harapan. Berapa banyak orang sakit memiliki
tim kesehatan? Kalimat orisinal dari situs tersebut termasuk pernyataan
bahwa penderita seharusnya menghindari suplemen!. Memang, disamping anti
virus seperti Valycyte, suplemen adalah satu-satunya harapan yang dimiliki
mereka untuk saat ini.
CDC menginvestasikan
mekanisme yang diperlukan untuk CFIDS. Semoga, kemajuan akan terlihat
cepat dari saat ini hingga yang akan datang.
Rasa
tidak enak badan akibat olahraga pasca CFIDS
Satu aspek yang paling
membingungkan dan membuat frustrasi dari kondisi seperti CFIDS adalah
bahwa olahraga sering memperparah masalah daripada meningkatkan kesehatan.
CDC mendefinisikan rasa tidak enak badan akibat olahraga pasca CFIDS
sebagai:
‘munculnya gejala setelah
latihan fisik atau mental’
Rasa tidak enak badan akibat
olahraga secara efektif menjebak pasien CFIDs dan membatasi mereka hanya
untuk pekerjaan ringan, jika memungkinkan.
Penelitian menunjukkan bahwa
sistem daya tahan tubuh teraktivasi (mis: kenaikan sel NK) mengikuti
latihan dengan intensitas moderat - seperti pada latihan pada umumnya.
Banyak penderita CFIDS menunjukkan kadar sel NK yang rendah. Mungkin
olahraga, bahkan dengan level yang rendah, secara temporer menguatkan
sistem imun, memungkinkannya untuk meningkatkan usahanya dalam
menyingkirkan patogen apapun. Ini dapat mengakibatkan peningkatan
timbulnya penyakit dan pengalaman yang mengikutinya.
Memang, telah menjadi
semakin jelas bahwa banyak gejala CFIDS disebabkan oleh aktivasi sistem
imun yang meningkat dalam sebuah usaha yang tidak sukses untuk menaklukkan
satu atau lebih penyakit penyebab patogen. Hasil akhirnya adalah keadaan
penyakit yang kronis yang sebenarnya memburuk ketika sistem imun
diaktivasi.
Untuk alasan ini, penderita
CFIDS yang menggunakan transfer factors untuk membantu tubuh berurusan
dengan patogen, sebaiknya bersiap-siap untuk merasa lebih buruk sampai
tubuh akhirnya mengalahkan patogen kembali. Berapa lama ini diperlukan
tergantung pada seberapa sehat sistem daya tahannya.
Penelitian telah mulai
menjelaskan hubungan antara kesehatan sistem imun dan perasaan sehat
secara umum. Peneliti di Israel menguji kesehatan psikologis remaja
perempuan yang divaksinasi untuk virus rubella, penyebab umum penyakit
pada anak-anak. Proses ini melibatkan injeksi sebagian porsi dari virus ke
dalam tubuh sehingga sistem imun dapat mempelajari untuk mengenalinya dan
melindungi seseorang dalam melawannya jika ditemui di luar sana di dunia.
Setelah vaksinasi itu, sistem daya tahan tubuh dapat menjadi sangat aktif,
membuat orang merasa sakit. Mereka yang menjadi sedikit sakit juga menjadi
sedikit depresi! Dalam bahasa si pengarang, banyak anak perempuan yang
divaksinasi "menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam beberapa ukuran
standar dari depresi, seperti juga meningkatnya masalah sosial dan
perhatian dan perilaku yang bermasalah…..maka, bahkan infeksi viral yang
paling jinak dapat menciptakan meningkatnya gejala depresi pada orang
yang rapuh."
Kelompok peneliti yang sama
melakukan investigasinya terhadap hubungan antara kesehatan sistem imun
dan fungsi psikologis satu langkah lebih jauh. Mereka menginjeksikan
sejumlah kecil dinding sel dari bakteri ke subjek, sebuah teknik yang
biasa digunakan untuk membangkitkan respon daya tahan tubuh pada manusia
dengan tujuan untuk menilai kesehatan sistem imun. Walaupun material yang
diinjeksi tidak menyebabkan gejala fisik, "subjek menunjukkan kenaikan
tingkat kecemasan dan suasana hati depresi yang substansial. Sebagai
tambahan, fungsi memori verbal dan non-verbal juga berkurang secara
substansial."
Studi lain mengenai suasana
hati wanita muda setelah vaksinasi rubella menunjukka hasil yang sama (Yirmaya
et al., 2000). Dalam kata-kata dari pengarang yang melakukan studi, "dibandingkan
dengan kelompok subjek yang diamati dan dasar mereka sendiri, subgroup
dari individu rapuh (anak perempuan dengan status sosioekonomi lemah)
menunjukkan peningkatan signifikan pada mood depresi yang dirangsang oleh
virus, sampai 10 hari setelah vaksinasi."
Penemuan serupa telah
diobservasi ketika subjek diinjeksi cytokin, molekul yan dilepas sebagai
bagian dari respon daya tahan tubuh. Para peneliti di University of
Illinois Champagne-Urbana berargumen bahwa cytokin menyebabkan banyak
gejala penyakit dengan beraksi secara langsung di otak. Inilah yang mereka
katakan dalam tulisan baru-baru ini (Dantzer and Kelley, 2006).
Cytokin “beraksi di otak
untuk merangsang gejala umum dari penyakit, seperti hilangnya selera makan,
mengantuk, menarik diri dari aktivitas sosial, demam, sakit persendian,
dan kelelahan. Kenyataan bahwa cytokin beraksi di otak untuk menginduksi
adaptasi fisiologis yang meningkatkan daya tahan telah memunculkan
hipotesis yang tidak tepat, aktivasi sistem imun bawaan mungkin terlibat
dalam sejumlah gangguan patologis di otak, mulai dari penyakit Alzheimer
sampai stroke. Penemuan terbaru tentang aksi cytokin di otak menawarkan
beberapa petunuk awal tentang pathofisiologi dari gangguan kesehatan
kejiwaan tertentu, termasuk depresi."
Menariknya, antidepressan
menekan produksi cytokin (Diamond et al., 2006) dan diketahui dapat
mengurangi gejala depresi yang dirangsang oleh cytokin (Yirmaya et al.,
2000; Chiung-Wen Tsao et al., 2006).
Sehingga, terlihat bahwa
aktivitas dalam sistem imun dapat memiliki dampak yang besar pada
bagaimana orang sehat berpikir dan merasa. Oleh karena itu kemudian masuk
akal jika sistem imun yang sehat berkontribusi pada kesehatan psikologis.
Sistem daya tahan tubuh juga
memainkan peran penting pada banyak gangguan pskiatris besar. Para
peneliti telah lama berspekulasi bahwa terdapat hubungan anta kesehatan
sistem imun dan kondisi kejiwaan. Studi yang dilakukan puluhan tahun lalu
menunjukan bahwa paparan terhadap virus flu tertentu selama tiga trimester
pertama masa kehamilan meningkatkan kemungkinan keturunan mengalami
schizophrenia.
Kategori baru dari kesehatan
dan penyakit anak bernama PANDAS termasuk gangguan serangan tiba-tiba dan
Obsessive Compulsive Disorder, sepertinya disebabkan oleh reaksi autoimun.
Secara spesifik, sel imun mencari bakteri yang menyerang sel otak di area
bernama basal ganglia. Adalah mungkin transfer factors dapat dibuat untuk
membantu menyeimbangkan sistem daya tahan tubuh pada individu ini, mungkin
menyebabkan berkurangnya intensitas gejala.
Dengan mengacu pada
kesehatan sistem imun dan kondisi kejiwaan, Sperner-Unterweger (2005)
menyatakan hal berikut:
“Strategi pengobatan
berdasarkan mekanisme daya tahan tubuh telah diinvestgasi pada pasien
dengan schizophrenia dan gangguan afektif . Lebih jauh, beberapa
antipsychotics dan sebagian besar antidepresan diketahui memiliki efek
langsung maupun tidak langsung terhadap sistem imun. Immunoterapi berbeda
telah digunakan untuk autisme, termasuk transfer factors, pentoxifylline,
intravenous immunoglobins dan corticosteriods. Immunosupresif dan/atau
agen immunomodulating adalah metode yang sangat baik untuk mengobati
neuropsychiatric sequelae atau gangguan autoimun, misalnya AIDS dan SLE.
Pendekatan terapis pada penyakit Alzheimer juga menerapkan metode
immunologis seperti strategi imunisasi ktif/pasif dan NSAIDs.
Mempertimbangkan jaringan interaksi yang komprehensif antara pikiran dan
tubuh, penelitian di masa depan semestinya fokus pada pendekatan target
yang terhubung dari sistem yang berbeda-beda yang terlibat.”
Dengan mengacu pada etiology
dan pengobatan autisme, Kidd (2002) mengatakan:
“Autisme dan autistic
spectrum disorders (ASD) menunjukkan abnormalitas perilaku, klinikal dan
biokimia yang banyak sekali…Terapi imun (pentoxifyllin, intravenous
immunoglobulin, transfer factor, dan kolostrum) memberi manfaat pada kasus
tertentu…Farmasi saat ini gagal memberi manfaat pada gejala utama dan
dapat memberi dampak parah. Penelitian klinis dan laboratorium serta
kerjasama terintegrasi antara orangtua-dokter-ilmuwan adalah kunci dari
manajemen ASD yang sukses".
Kaitan sistem imun tentu
akan membantu menjelaskan meningkatnya autisme. Menurut Autism Society of
America (www.autism-society.org),
tingkat gangguan bertumbuh kira-kira 10-17% per tahun. Menurut sebuah
artikel di Sacramento Bee, para peneliti di UC-Davis mengestimasi pada
tahun 2003 bahwa California:
“…menambah rata-rata 11 nama
per hari ke dalam daftar anak-anak menderita autisme parah yang memenuhi
kualifikasi untuk dibiayai negara. Biaya rata-rata seumur hidup dari jasa
pendidikan ini adalah $4 juta per anak. Hasilnya, kenaikan pada anak-anak
yang layak menerima jasa tersebut menunjukkan peningkatan pada kewajiban
finansial jangka panjang negara bagian sebesar $44 juta per hari.”
Siapa yang tahu penyebab
utamanya, namun potensi untuk membuat perbaikan dalam pengobatan gangguan
dengan menempatkan pendanaan pada sistem daya tahan tubuh sepertinya layak
dipertimbangkan.
Tawa dan
Kesehatan Sistem Imun
Peneliti pada Indianan State
School of Nursing telah melaporkan bahwa memiliki pasien kanker dengan
program humor menyebabkan meningkatnya level sel Natural Killer. Dalam
kalimat mereka, 'Tertawa mengurangi stress dan meningkatkan aktivitas sel
NK. Aktivitas sel NK mengurangi resistensi terhadap penyakit dan
meningkatkan morbiditas seseorang dengan penyakit kanker dan HIV, tertawa
merupakan intervensi kognitif-perilaku yang berguna.” (Bennett et
al.,2003)
Transfer
factors dan kondisi autoimun—apakah mengaktivasi sistem imun membuat
kondisi ini memburuk?
Kondisi autoimun adalah
kondisi dimana sistem imun meyerang jaringan yang sebenarnya berada di
kategori “self” dan bukan di kategori “other”. Konsekuensinya tergantung
pada dimana sel yang diserang dan apa yang mereka lakukan. Pada permukaan,
sepertinya terlihat bahwa melakukan apapun yang memprovokasi aktivitas
sistem imun dapat membuat kondisi menjadi memburuk. Namun, transfer
factors telah direkomendasikan, dan ditemukan efektif untuk pengobatan,
beberapa kondisi autoimun, seperti rheumatoid arthritis (Georgscu, 1985).
Berbagi bukti hadir untuk penggunaanya dalam pengobatan Multiple Sclerosis
(Barsten, 1980). Bagaimana ini bekerja? Transfer factors menyeimbangkan
fungsi sistem imun dan mengatur respon autoimun. Ini berarti Transfer
Factor membantu sistem imun anda untuk menyerang pengganggu asing dengan
memberinya kode untuk mengenali dan memanggil kembali pasukan ketika
pekerjaan telah selesai. Dan dengan penemuan “NanoFactors” oleh 4life
Research, formula Tri-Factor dengan kandungan nano factors yang lebih
tinggi membantu untuk menyeimbangkan dan mengatur efek pada sistem imun.
Puluhan tahun lalu, Hughes (1983) melaporkan upaya untuk memerangi
Multiple Sclerosis, sebuah kondisi autoimun, baik dengan menekan atau
mengaktivasi sistem imun. Aktivasi sistem daya tahan tubuh, termasuk
penggunaan transfer factors, terlihat lebih superior, yang menjelaskan
logika ketika pandangan sederhana tentang sistem imun digunakan.
Potensi
penggunaan transfer factors di masa depan
Di masa depan, ada
kemungkinan produk bioteknologi akan digunakan untuk membantu pasien sakit
menghancurkan virus seperti HIV, yang menyebabkan AIDS. Beberapa studi,
semuanya dibatasi dengan satu bentuk metodologi dan lainnya, telah menguji
potensi kegunaan dari transfer factors untuk pengobatan HIV. Beberapa
telah menemukan hasil yang menjanjikan, terutama ketika transfer factors
dikombinasikan dengan obat antiviral standar. Dengan hadirnya persiapan
yang stabil pada transfer factors dari sapi dan ayam, memungkinkan
pekerjaan yang sesungguhnya dimulai. Semoga, dalam waktu dekat, para
peneliti akan berupaya untuk menyerang virus HIV dengan menggunakan dosis
transfer factors yang agresif dan direncanakan dengan baik. Jika strategi
di masa lalu memberi hasil yang positif, penemuan yang lebih baik akan
lebih memungkinkan saat ini. Waktu akan berbicara.
Satu dari aspek menarik
menggunakan transfer factors untuk pengobatan dan pencegahan penyakit
adalah bahwa ia menghindari perlunya melibatkan perusahaan farmasi
tradisional. Transfer factors dibuat untuk menyediakan alternatif bagi
perusahaan obat standar. Produknya dikategorikan sebagai suplemen menurut
DSHEA tahun 1994 dan perusahaan sama sekali tidak memberi klaim atas
efektivitas asam amino dalam mengobati penyakit. Tidak ada yang
menghalangi lembaga swasta dalam membeli dan mendistribusikan transfer
factors ke populasi yang dapat merasakan manfaat dari mereka, termasuk
beberapa penderita Lyme, CFIDS, MS, Fibromyalagia, HIV/AIDS dan kondisi
lainnya. Tidak ada jaminan bahwa transfer factors dapat menolong mereka,
tetapi margin keamanan dan efektivitas biayanya, digabungkan dengan
potensi untuk meningkatkan kualitas hidup dari mereka yang menderita
penyakit yang terkait dengan sistem imun yang parah menjadi pertimbangan.
Harga produk kurang lebih sama dengan multivitamin yang baik dan aman.
Enbrel
sebagai contoh dari bagaimana perusahaan obat cenderung melakukan
pendekatan atas disfungsi sistem imun
Enbrel adalah immunosupreso
yang diinjeksi, diiklankan di televisi untuk pengobatan arthritis. Jelas
bahwa, obat seperti ini dapat memberi manfaat bagi sebagian orang. Untuk
tujuan penulisan, ini memberikan contoh atas fakta bahwa kondisi yang
melibatkan disfungsi sistem imun dapat diserang pada berbagai level.
Perbaikan bisa terjadi melalui dua srategi yang sangat berbeda -
menghilangkan sumber yang mendasari aktivasi sistem imun, atau melalui
penekanan aktivasi sistem imun yang kronis. Enbrel melakukan yang terakhir.
Transfer factor telah
ditemukan sukses mengobati arthritis. Adalah menarik untuk membandingkan
Enbrel yg dibuat oleh Amgen dan Wyett, dan memilih formulasi transfer
factors.
Batas aman dari transfer
factors adalah satu-satunya alasan pendekatan ini lebih disukai, namun ini
adalah alasan yang bagus. Ebrel dan obat-obatan seperti itu bukanlah tanpa
komplikasi. Dari website Enbrel:
‘Informasi penting apa yang
perlu saya ketahui tentang menggunakan ENBREL?
ENBREL adalah jenis protein
bernama tumor necrosis factor (TNF) penghalang yang menghalangi aksi
kandungan dalam sistem daya tahan tubuh anda. Seseorang dengan penyakit
imun, seperti rheumatiod arthritis, ankylosing spondylitis, psoriatic
arthritis and psoriases, memiliki terlalu banyak TNF dalam tubuh mereka.
ENBREL dapat mengurangi jumlah TNF pada tubuh anda ke kadar normal,
membantu mengobati penyakit anda. Namun dengan melakukan itu, ENBREL juga
dapat mengurangi kemampuan sistem imun anda dalam melawan infeksi.
Semua obat memiliki efek
samping, termasuk ENBREL. Kemungkinan efek samping dari ENBREL termasuk….gangguan
sistem syaraf serius, seperti multiple sclerosis, kejang-kejang, atau
inflamasi dari syaraf mata…
Jarang terdapat laporan atas
gangguan darah serius (beberapa bersifat fatal)...
Dalam studi kesehatan dari
semua penghalang TNF, termasuk ENBREL, tingkat lebih tinggi dari lymphoma
(sejenis kanker) terlihat dibandingkan dengan populasi umum. Risiko
lymphoma mungkin naik beberapa lipat lebih tinggi pada pasien rheumatiod
arthritis dan psoraisis.
Peran dari penghalang TNF,
termasuk TNF, dalam berkembangnya lymphoma tidak diketahui. .
ENBREL dapat menyebabkan
reaksi injeksi.
Dalam studi kesehatan atas
JRA, infeksi, sakit kepala, sakit abdomina, muntah, dan mual muncul lebih
sering pada orang dewasa.
Transfer
factors dalam mencegah penyakit
Selain membantu pasien
mengalahkan penyakit yang sudah mereka miliki, transfer factors dapat
digunakan dengan cara yang menyerupai vaksin tradisional, melindungi
manusia dari penyakit sebelum mereka terpapar olehnya. Begitulah bagaimana
mereka digunakan pertama kali ketika ditemukan oleh Dr. Lawrence pada
1940an.
Para peneliti di China
berspekulasi bahwa transfer factors akan berguna dalam mengobati dan
mencegah hepatitis B (Xu YP et al., 2006). Peneliti di Italia baru-baru
ini membuat argumen yang sama untuk penggunaan transfer factors dalam
mencegah dan menyembuhkan flu burung. Menurut si pengarang(Pizza et al.,
2006):
“Avian influenza…memberikan
ancaman produksi pandemi. Konsensusnya adalah bahwa kemunculan pandemi
seperti ini hanyalah persoalan waktu. Ini masalah besar, mengingat tidak
ada vaksin efektif yang tersedia atau dapat dibuat sebelum kemunculan
peristiwa ini. Transfer factor (TF)…telah digunakan secara sukses selama
lebih dari seperempat abad untuk mengobati infeksi viral, parasit, dan
jamur, sama seperti immunodefisiensi, neoplasias, alergi dan penyakit
autoimun. Lebih dari itu, beberapa observasi menunjukkan bahwa ia dapat
dipergunakan untuk mencegah, mentransfer imunitas sebelum terjadi infeksi….Maka,
TF yang spesifik bagi virus influenza baru dapat dibuat dan dipergunakan
untuk pencegahan dan pengobatan pasien terinfeksi.”
Ketersediaan dari transfer factors
Tidak penting apa yang
dibuat dari transfer factors, adalah suatu kemajuan luar biasa bahwa para
peneliti telah menemukan cara bagaimana memproduksi mereka secara massal
--dari kolostrum sapi dan telur ayam, tidak kurang! -- dan bahwa
perusahaan non farmasi telah membawanya ke publik.
Untuk saat ini, dan selama
perusahaan obat dan FDA tetap dalam batas mereka, dan selama World Trade
Organization tidak sukses dalam memaksa anggotanya untuk memberi lebih
banyak batasan bagi industri suplemen, transfer factors tersedia sebagai
suplemen. Beberapa adalah generik -- mereka meningkatkan fungsi sistem
imun secara umum, level sel Natural Killer secara khusus. Beberapa lainnya
adalah spesifik atau ditargetkan - mereka mengandung transfer factors yang
membawa perintah yang dapat membantu sistem imun mengetahui lokasi dan
menghancurkan spesifik patogen, seperti virus herpes.
Transfer factors sangat aman
untuk digunakan, dengan sedikit reaksi buruk seperti dilaporkan oleh
beberapa studi klinis dimana mereka digunakan. Banyak pengguna mengalami
gejala seperti flu ringan pada satu saat selama beberapa bulan pertama
pengobatan. Ini biasanya dianggap sebagai tanda yang baik - indikasi bahwa
sistem imun bekerja. Gejala penyakit sering memburuk sebelum meningkat
pada orang-orang dimana transfer factors itu bekerja. Ini telah secara
tradisional dipandang sebagai bagian dari proses penyembuhan. Jika
seseorang merasa sakit karena sistem imun mereka teraktivasi secara kronis
dan tidak mampu menghancurkan agen penyebab penyakit, maka dorongan sistem
imun sehingga ia dapat menghilangkan patogen tertentu adalah perlu untuk
membuat beberapa orang merasa lebih sakit sebagai cara mereka untuk
merasa lebih baik. Ini satu efek paradoks dari pemulihan atas penyakit
viral untuk sebagian orang - merasa lebih baik dan lebih buruk apada saat
yang sama.
Banyak obat antiviral dan
bahkan antibakteri dijual oleh perusahaan obat tidak dapat memberikan
profil keamanan yang sama. Beberapa anti viral diketahui menyebabkan gagal
liver, dan efek samping serius dari antibiotik adalah lebih umum dari yang
mungkin disadari banyak orang.
Transfer Factors saat ini
diproduksi dan dijual oleh 4Life Research.
Transfer factors dan alergi
makanan
Transfer factors diekstraksi
dari kolostrum sapi dan telur ayam. Bagaimana dengan mereka yang alergi
terhdap keduanya karena beberapa alasan? Komponen dari susu dan telur yang
mungkin menimbulkan alergi, telah disaring.
Ukuran
dari transfer factors dan penyerapan mereka melalui administrasi oral
Transfer factors,
pertumbuhan hormon, dankonstituen penting lainnya dari kolostrum ditelan
oleh bayi dan diserap melalui sistem pencernaan. Namun, sistem pencernaan
bayi belumlah lengkap, menciptakan kesempatan untuk masuknya hal-hal ini.
Yang menjadi pertanyaan
adalah apakah rantai pendek dari asam amino yang terdiri dari transfer
factors terserap ke dalam tubuh melalui administrasi oral atau terurai
selama pencernaan di perut dan saluran kencing. Kemajuan teknologi yang
memungkinkan imun ini dijual dalam bentuk bubuk dan digunakan secara oral
hanya akan berguna jika produk akhirnya masuk ke dalam tubuh.
Sepert didiskusikan,
transfer factors terlihat seperti, utamanya, rantai dari asam amino. Asam
amino terangkai bersama menjadi rantai pendek (peptides) dan rantai
panjang (protein). Selama pencernaan, protein terurai menjadi asam amino,
dipeptides (sepasang asam amino) dan threepeptides (tiga asam amino
bersamaan) oleh enzim bernama proteases dan peptidases. Sementara dua atau
tiga asam amino terdengarnya seperti tidak banyak, beberapa peptides
penting dalam tubuh, pada kenyataannya, adalah pendek. Glutathione,
sejenis antioksidan dan thyrotropin yang melepaskan hormon, hormon utama
bagi fungsi tiroid, hanya sepanjang tiga asam amino.
Bagi beberapa orang — banyak
orang sebenarnya — jarak antara sel yang memisahkan jalur gastrointestinal
terlalu besar, memungkinkan protein, bakteri, racun, dan molekul besar
lainnya untuk dapat masuk. Masalah ini disebut sebagai "kebocoran usus".
Karenanya, molekul ini masuk ke dalam tubuh dan kemudian menyerang sistem
imun. Alergi makanan, seperti alergi kacang, dapat menyebabkan hal ini.
Sementara jarak ini dapat membantu penyerapan obat-obatan penting, adanya
jarak ini juga menyebabkan banyak masalah.
Para peneliti saat ini
bekerja untuk membuat kebocoran usus ini bersifat sementara sehingga
suplemen dan obat dapat terserap lebih banyak.
Pada tahun 2000,
Kirkpartrick menulis bahwa, “... Bagaimanapun, penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa transfer factors dapat djernihkan ke tingkat homogenitas
yang tinggi dan bahwa transfer factors yang sudah dijernihkan sangat
berprotein dan bersifat spesif imunologis.”
Transfer factors diduga
memiliki berat molekul sekitar 5000 Daltons (Da). Sebagai referensi,
Tryptophan adalah asam amino terberat yaitu sebesar 204.22 Da.
Transfer factors oral
sepertinya bekerja, dan memberi bukti anekdot bahwa mereka memang dapat
diserap dan tersedia. Gejala seperti flu yang sering terjadi akibat
penggunaannya secara jelas menunjukkan bahwa suplemen dalam jumlah yang
cukup masuk ke dalam tubuh untuk mengaktivasi sistem imun.
Peranan
enzim penghancur insulin (insulin-degrading enzyme (IDE)) pada
pathofisiologi dari shingles, Alzheimer dan diabetes.
Banyak orang dewasa
terjangkit kembali virus herpes yang menyebabkan cacar air. Tapi kali ini
dengan cara yang lebih menyakitkan. Setelah dilawan kembali oleh sistem
imun masa kanak-kanak, virus tersebut bersembunyi didalam sel syaraf,
termasuk sel yang mengangkut informasi sensori dari kulit. Ketika dibawah
tekanan (stress), ketika kulit rusak, ketika mengalami sakit dengan
kondisi lain, virus yang oportunis ini keluar dari ujung syaraf kulit kita.
Ia menginvasi sel kulit dan membuatnya meletus, menyebabkan rasa terbakar
yang menyakitkan. Syaraf sensori membawa informasi dari area kulit bernama
dermatoma (bayangkan memiliki punggung bawah yang dijepit, yang akan
merepresentasikan sesuatu seperti dermatoma). Karena hal ini, pecahnya
shingles dapat memiliki batasan yang jelas.
Musim gugur ini, Dr. Jeffrey
Cohen dan Quinxeue Li peneliti pada National Institute of Allergy and
Infectious Disease melaporkan penemuan yang sangat menarik. Virus shingles
masuk ke dalam sel dengan menempel pada suatu enzim bernama insulin
degrading enzyme (IDE). Ia menumpang pada IDE ketika enzim ini memasuki
sel.
Insulin degrading enzyme
(IDE) adalah suatu hal yang menarik. Ia merupakan suatu enzim yang
sepertinya memainkan peran pada beberapa penyakit. Seperti didiskusikan di
atas, ia berguna sebagai jalan masuk ke sel bagi shingles. Secara teoritis,
tanpa IDE atau apapun, seseorang tetap mungkin terkena shingles. Bahkan
jika memungkinkan, IDE yang terlalu sedikit akan berdampak lebih buruk.
Kita memerlukan IDE untuk mengatur kadar tiga protein lain yang terkait
dengan penyakit - Beat-Amyloid Precusor Proetein (d-APP), insulin, dan
amylin.
- kadar tinggi dari terlibat
dalam patogenesis dari Alzheimer
- Terlalu banyak insulin
dapat menyebabkan diabetes.
- Deposit mengandung amylin
ditemukan pada sel pankreas mati pada orang yang menderita Diabetes
Tipe II.
Kadar dari ketiga protein
diatur oleh IDE. Ada beberapa spekulasi bahwa gen yang membawa perintah
bagaimana membuat IDE IDE menjadi terlalu kecil, menaikkan kadar b-APP,
insulin dan amylin, dan meningkatkan kemungkinan seseorang terkena
Alzheimer dan diabetes (Farris et al., 2003)
Ketika kadar insulin naik,
kadar IDE ikut naik karena sesuatu diperlukan untuk mengurai insulin (Zhao
et al., 2004). Zhao dan para koleganya (2004) memberi bukti bahwa aktivasi
reseptor insulin menyebabkan kenaikan pada kadar IDE.
Ini membuat sistem
terkendali. Pada Diabetes Tipe II, skenarionya bekerjan seperti ini.
Aktivasi reseptor insulin yang kronis melalui konsumsi gula membuat mereka
mengalami desensitisasi. Jika mereka terdesensitisasi, maka, lebih sedikit
IDE yanng dapat terbentuk. Sepert yang telah kita diskusikan, kurangnya
IDE dapat membuat deposit amylin di pankreas sel b, dan kadar insulin
tinggi seperti yang terlihat pada diabetes.
Karena IDE mengurai sel b-APP, IDE terkait dengan diabetes juga dapat
membuat b-APP lebih banyak, yang akan meningkatkan kemungkinan Alzheimer.
Ini sesuai dengan laporan baru-baru ini yang menyatakan bahwa, “Diabetes
tipe II memprediksikan perkembangan dari dementia dan Alzheimer ."
(University of Michigan News Service, March 13,200